Dugaan Suap, Airbus Kena Denda Rp 54 Triliun
Reporter
Non Koresponden
Editor
Suci Sekarwati
Selasa, 4 Februari 2020 14:34 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Produsen pesawat terbang Airbus dikenai hukuman denda atas skema suap bernilai ratusan juta euro agar Airbus bisa mengamankan kontrak-kontrak kerjanya dengan sejumlah maskapai. Dalam persidangan Jumat, 31 Januari 2020, Airbus harus membayar uang denda sebesar €3.6 miliar atau sekitar Rp 54 triliun atas dugaan kasus suap internasional yang diberikan Airbus kepada perantara demi mengamankan kontrak-kontrak kerjanya.
Uang denda itu harus dibayarkan pada otoritas Amerika Serikat, Prancis dan Inggris, dan tercatat sebagai uang denda terbesar yang pernah dijatuhkan dalam sebuah kasus korupsi. Lewat uang denda ini pula, maka Airbus bisa menghindari pembuktian kriminal yang bisa mengarah pada larangan Airbus mengikuti tender-tender kerja.
Jaksa Penuntut di Prancis, Jean-Francois Bohnert, pada Jumat, 31 Januari 2020 mengatakan Airbus telah menyerahkan uang gelap melalui dua anak perusahaannya yang dikendalikan secara diam-diam. Uang suap itu digunakan untuk mendorong bisnisnya di 16 negara.
“Ini sebuah titik balik bagi Airbus dan sekarang perusahaan itu bisa menatap masa depan dengan tenang,” kata Bohnert, dipengadilan.
Melalui hukuman ini, Airbus akan membayar € 984 juta atau sekitar Rp 14 triliun kepada otoritas Inggris. Sebelumnya Badan Penanganan Kasus Penipuan Berat Inggris atau SFO menjatuhkan hukuman denda pada 2017 kepada Rolls-Royce sebesar £497 juta atau Rp 8,8 triliun untuk skema suap yang hampir sama dengan Airbus.
Airbus telah diselidiki oleh SFO selama empat tahun atas tuduhan konsultan eksternal yang digunakan oleh perusahaan untuk membayar suap di Sri Lanka, Malaysia, Indonesia, Taiwan, dan Ghana antara 2011 dan 2015. Investigasi ini diluncurkan setelah ditemukan inkonsistensi dalam pengungkapan yang dibuat tentang konsultan eksternal.
"Airbus membayar suap melalui agen di seluruh dunia untuk mendukungnya dan memenangkan kontrak di seluruh dunia. Korupsi seperti ini merusak perdagangan bebas dan pengembangan yang adil dan itu adalah kredit Airbus yang telah mengakui kesalahannya," kata Lisa Osofsky, Direktur SFO.
Dame Victoria Sharp, hakim yang menangani kasus ini, menyebut kasus ini sebagai suap endemik dalam bisnis penjualan pesawat terbang sipil dan militer Airbus.
"Keseriusan tingkat kriminalitas dalam kasus ini hampir tidak perlu dijabarkan. Seperti yang diakui di semua sisi, itu adalah kuburan. Perilaku itu terjadi selama bertahun-tahun. Tidaklah berlebihan untuk menggambarkan penyelidikan yang dimunculkannya di seluruh dunia, meluas ke setiap benua tempat Airbus beroperasi," kata hakim Sharp, dalam sebuah pernyataan.
Kementerian Kehakiman Amerika Serikat akan menerima € 525 juta atau Rp8 triliun dari Airbus sebagai bagian dari uang denda penyelesaian kasus ini. Sedangkan otoritas di Prancis akan menerima € 2,08 miliar atau Rp 31 triliun.
Airbus pada awal pekan ini mengumumkan telah mencapai penyelesaian denda, tetapi tidak merinci ukuran kesepakatan itu. Airbus belum mau berkomentar banyak terkait putusan pengadilan soal denda tersebut, yang terbesar dalam sejarah kasus korupsi.
YAHOO FINANCE | INDEPENDENT UK | SAFIRA ANDINI