Tolak Proposal Trump, Presiden Mahmoud Abbas Mengadu ke DK PBB

Kamis, 30 Januari 2020 14:00 WIB

Presiden Palestina Mahmoud Abbas, berada dalam urutan ke-46 dalam daftar 500 Muslim berpengaruh di dunia. REUTERS/Lucas Jackson

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Palestina Mahmoud Abbas akan berbicara di Dewan Keamanan PBB dalam dua minggu ke depan tentang rencana perdamaian Timur Tengah Amerika Serikat.

Dubes Palestina untuk PBB Riyad Mansour mengatakan ia berharap Dewan Keamanan yang beranggotakan 15 negara, akan memberikan suara pada rancangan resolusi rencana perdamaian Israel-Palestina yang diungkapkan oleh Presiden AS Donald Trump pada hari Selasa.

Namun, Amerika Serikat diyakini akan memveto resolusi semacam itu, kata para diplomat, yang memungkinkan Palestina untuk membawa rancangan teks ke 193 anggota Majelis Umum AS, di mana pemungutan suara akan secara terbuka menunjukkan bagaimana rencana perdamaian Trump telah diterima secara internasional, dikutip dari Reuters, 30 Januari 2020.

"Kami akan mencoba yang terbaik untuk menciptakan rancangan resolusi sekuat mungkin dan untuk menerima suara terkuat dan terbesar yang mendukung resolusi itu," kata Mansour. Dia tidak memberikan perincian tentang apa yang mungkin ada dalam teks resolusi.

"Tentu saja kami ingin melihat oposisi yang kuat dan besar terhadap rencana Trump ini," katanya.

Advertising
Advertising

Dia mengatakan Abbas akan menggunakan kunjungannya ke PBB di New York untuk meminta komunitas internasional agar membela hak-hak nasional rakyat Palestina dari ancaman pemerintahan Trump.

Dubes Israel untuk PBB pada hari Selasa memberi isyarat bahwa mereka akan mengantisipasi langkah Palestina di DK PBB, dengan menekankan kampanye diplomatik dengan AS.

Palestina dapat mendorong Dewan Keamanan PBB untuk mengutuk rencana perdamaian Amerika atau elemen-elemennya seperti langkah Israel untuk menerapkan yurisdiksi pada permukiman Tepi Barat dan rencana pengakuan oleh Amerika Serikat.

Veto AS dari resolusi Dewan Keamanan tersebut kemudian akan memungkinkan Palestina untuk mengadakan sesi khusus darurat Majelis Umum PBB untuk membahas masalah yang sama dan memberikan suara pada resolusi yang sama. Resolusi Majelis Umum tidak mengikat, tetapi memberikan bobot politik.

Majelis Umum PBB mengadakan sesi khusus darurat pada bulan Desember 2017, atas permintaan negara-negara Arab dan Muslim, mengenai keputusan Trump untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Pada pertemuan itu Majelis Umum mengadopsi resolusi yang menyerukan agar deklarasi Trump ditarik. Beberapa hari sebelumnya, draf teks yang sama telah diveto oleh Amerika Serikat di Dewan Keamanan PBB yang beranggotakan 15 negara.

Sebanyak 128 negara mendukung resolusi Majelis Umum PBB, sembilan memilih menentang dan 35 abstain. Dua puluh satu negara tidak memberikan suara. Trump telah mengancam akan memotong bantuan keuangan ke negara-negara yang memberikan suara mendukung.

Presiden AS Donald Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berjabat tangan setelah pidato Trump di Museum Israel di Yerusalem 23 Mei 2017. [REUTERS / Ronen Zvulun / File Foto]

Dalam ketentuan resolusi 1950, sesi khusus darurat dapat dajukan ke Majelis Umum untuk mempertimbangkan masalah dengan maksud membuat rekomendasi yang tepat kepada anggota untuk tindakan kolektif jika Dewan Keamanan PBB gagal bertindak.

Orang-orang Palestina mengikuti jalan yang sama pada Juni 2018. Majelis Umum PBB mengutuk Israel karena penggunaan kekuatan yang berlebihan terhadap warga sipil Palestina, mengadopsi resolusi dengan 120 suara mendukung, delapan menentang dan 45 abstain.

Resolusi itu diajukan dalam Majelis Umum oleh negara-negara Arab dan Muslim setelah Amerika Serikat memveto resolusi serupa di Dewan Keamanan PBB.

Pada Selasa, didampingi PM Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih, Trump mengungkapkan "Kesepakatan Abad ini" yang ia gemborkan sebagai perjanjia damai bersejarah Palestina dan Israel. Pada kesempatan ini, tidak ada perwakilan Paletsina yang hadir dan dengan tegas menolak proposal Trump.

Proposal perdamaian Timur Tengah ala Trump dinilai lebih menguntungkan Israel. Menurut laporan New York Times, rencana Trump setebal 181 halaman itu mengusulkan peremukiman Yahudi di Tepi Barat kepada Israel. Bagi Palestina, itu berarti menyerahkan klaim atas sejumlah besar tanah Tepi Barat termasuk tempat-tempat di mana Israel telah membangun permukiman ilegal selama setengah abad terakhir dan daerah-daerah strategis di sepanjang perbatasan Yordania.

Kerangka kerja ini juga mengesampingkan tujuan lama negara Palestina yang sepenuhnya otonom. Sebaliknya, Trump secara samar-samar berjanji bahwa Palestina dapat "mencapai negara merdeka sendiri" tetapi memberikan beberapa detail, sementara Netanyahu mengatakan kesepakatan itu menyediakan "jalan menuju negara Palestina".

Netanyahu mengatakan ibu kota Palestina yang diusulkan akan berada di Abu Dis, sebuah desa Palestina di pinggiran kota suci, alih-alih Yerusalem.

Proposal Trump sekaligus memberikan persetujuan Amerika terhadap rencana Israel mencaplok permukiman di Tepi Barat Palestina dan Lembah Yordan yang telah lama berusaha dikendalikan Israel.

Berita terkait

WHO: Rencana Darurat Tak Bisa Cegah Kematian jika Israel Lakukan Serangan Darat di Rafah

15 menit lalu

WHO: Rencana Darurat Tak Bisa Cegah Kematian jika Israel Lakukan Serangan Darat di Rafah

WHO mengatakan tidak ada rencana darurat yang dapat mencegah "tambahan angka kematian" di Rafah jika Israel menjalankan operasi militernya di sana.

Baca Selengkapnya

Top 3 Dunia: Turki Hentikan Ekspor Impor ke Israel

1 jam lalu

Top 3 Dunia: Turki Hentikan Ekspor Impor ke Israel

Berita Top 3 Dunia pada Jumat 3 Mei 2024 diawali oleh Turki menghentikan semua ekspor impor dari dan ke Israel.

Baca Selengkapnya

Ikuti Gerakan di AS, Mahasiswa Pro-Palestina Berkemah di Kampus-Kampus Australia

2 jam lalu

Ikuti Gerakan di AS, Mahasiswa Pro-Palestina Berkemah di Kampus-Kampus Australia

Gelombang protes pro-Palestina di kampus-kampus Amerika Serikat telah menyebar ke berbagai universitas di Australia.

Baca Selengkapnya

Menyusul Kritik dari Israel dan AS, Ini Tanggapan Jaksa ICC

4 jam lalu

Menyusul Kritik dari Israel dan AS, Ini Tanggapan Jaksa ICC

Kantor kejaksaan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) menyerukan diakhirinya apa yang mereka sebut sebagai intimidasi terhadap stafnya.

Baca Selengkapnya

Palestina: Tidak Ada Guna Membahas Gaza di PBB

5 jam lalu

Palestina: Tidak Ada Guna Membahas Gaza di PBB

Dubes Palestina untuk Austria menilai upaya membahas Gaza pada forum PBB tidak akan berdampak pada kebijakan AS dan Eropa yang mendanai genosida.

Baca Selengkapnya

Houthi Tawarkan Pendidikan bagi Mahasiswa AS yang Diskors karena Demo Pro-Palestina

10 jam lalu

Houthi Tawarkan Pendidikan bagi Mahasiswa AS yang Diskors karena Demo Pro-Palestina

Kelompok Houthi di Yaman menawarkan tempat melanjutkan studi bagi para mahasiswa AS yang diskors karena melakukan protes pro-Palestina.

Baca Selengkapnya

Dokter Bedah Ternama Gaza Tewas di Penjara Israel, Diduga Disiksa

11 jam lalu

Dokter Bedah Ternama Gaza Tewas di Penjara Israel, Diduga Disiksa

Seorang dokter bedah Palestina terkemuka dari Rumah Sakit al-Shifa di Gaza meninggal di penjara Israel setelah lebih dari empat bulan ditahan.

Baca Selengkapnya

Iran Bebaskan Awak Kapal Terafiliasi Israel yang Sempat Disita di Selat Hormuz

11 jam lalu

Iran Bebaskan Awak Kapal Terafiliasi Israel yang Sempat Disita di Selat Hormuz

Menteri Luar Negeri Hossein Amirabdollahian mengatakan Iran telah membebaskan awak kapal MSC Aries yang terafiliasi dengan Israel, setelah sempat disita di dekat Selat Hormuz.

Baca Selengkapnya

Kelompok Milisi Irak Lancarkan Serangan Rudal terhadap Israel

12 jam lalu

Kelompok Milisi Irak Lancarkan Serangan Rudal terhadap Israel

Kelompok bersenjata Perlawanan Islam di Irak mengaku bertanggung jawab atas serangan rudal terhadap kota Tel Aviv dan Be'er Sheva di Israel.

Baca Selengkapnya

Jurnalis Palestina Peliput Perang Gaza Menangkan Penghargaan Kebebasan Pers UNESCO

12 jam lalu

Jurnalis Palestina Peliput Perang Gaza Menangkan Penghargaan Kebebasan Pers UNESCO

Kepala UNESCO menyerukan penghargaan atas keberanian jurnalis Palestina menghadapi kondisi 'sulit dan berbahaya' di Gaza.

Baca Selengkapnya