Daftar Presiden Amerika Serikat yang Menghadapi Pemakzulan

Selasa, 3 Desember 2019 11:10 WIB

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, sedang berkampanye di Billings, Montana, pada Kamis, 6 September 2018, mendesak pendukungnya untuk mencoblos pada pemilu tengah pada November 2018 agar dia tidak terkena pemakzulan. AP via Chicago Tribune

TEMPO.CO, Jakarta - Pemakzulan terhadap Presiden Amerika Serikat jarang terjadi. Pemakzulan Presiden AS hanya terjadi dua kali dalam sejarah Amerika, yakni Andrew Johnson dan Bill Clinton. Namun, keduanya tidak pernah secara resmi dipecat dari jabatan kepresidenan.

Menurut laporan TIME, yang dikutip pada 3 Desember 2019, untuk dimakzulkan, seorang Presiden atau pejabat federal lainnya harus melakukan salah satu pelanggaran yang dijelaskan oleh Konstitusi sebagai "pengkhianatan, penyuapan, atau kejahatan tinggi dan pelanggaran ringan lainnya".

Tetapi sejarah menunjukkan bahwa jika seorang Presiden akan dimakzulkan, faktor terbesar mungkin kemauan politik: apakah anggota partai Presiden sendiri berkeinginan untuk melawannya, dan apakah cukup banyak anggota Kongres yang percaya bahwa upaya untuk mengeluarkan Presiden sama dengan risiko kehilangan dukungan rakyat.

Pemakzulan sendiri bukanlah satu-satunya langkah untuk memecat Presiden dari jabatan, tetapi sebenarnya adalah bagian pertama dari proses dua cabang. Untuk memakzulkan pejabat, Dewan Perwakilan Rakyat harus meloloskan pasal pemakzulan, yang secara resmi menuduh Presiden melakukan pelanggaran. Setelah DPR memberikan suara untuk melakukan pemakzulan, Senat harus mengadakan pengadilan untuk memutuskan apakah Presiden harus dicopot dari jabatannya.

Berikut catatan kilas balik tentang pemakzulan Presiden Andrew Johnson dan Bill Clinton.

Andrew Johnson

Presiden Andrew Johnson.[POLITICO]

Advertising
Advertising

Buntut dari Perang Saudara berujung pada pemakzulan pertama seorang Presiden AS.
Setelah kematian Presiden Abraham Lincoln, dia digantikan oleh Wakil Presidennya, Andrew Johnson.

Johnson adalah seorang Demokrat pro Union yang telah menolak untuk memisahkan diri dari Uni bersama dengan negaranya, Tennessee, selama perang. Namun, ia juga seorang rasis yang lebih menyukai pendekatan lunak untuk Rekonstruksi, proses membawa negara-negara Konfederasi kembali ke negara serikat. Dia bentrok dengan Kongres sepanjang masa jabatannya, memveto RUU yang dia rasa terlalu keras di Selatan, termasuk Undang-Undang Biro Freedmen, yang memberi orang selatan yang terlantar, termasuk Afrika-Amerika, akses ke makanan, tempat tinggal, bantuan medis dan tanah.

Pendekatan ini membuatnya berselisih dengan Kongres. Perselisihan terakhir datang ketika ia menggantikan Kepala Staf Angkatan Perang Edwin Stanton, seorang Lincoln yang diangkat yang memihak Radical Republicans, sebuah faksi dari partai yang mendukung hak pilih dan hak-hak sipil untuk orang Afrika-Amerika yang dibebaskan.

Kongres menghasilkan 11 pasal pemakzulan, yang menuduh bahwa Johnson telah melanggar Tenure of Office Act atau undang-undang yang dimaksudkan untuk membatasi kekuasaan presidensial untuk mengeluarkan pejabat federal dari jabatannya, dan telah menunjuk pengganti tanpa berkonsultasi dengan Senat.
Johnson dimakzulkan oleh dua pertiga mayoritas di DPR, dan kasus tersebut dipindahkan ke Senat untuk diadili. Bertahun-tahun kemudian, Mahkamah Agung memutuskan bahwa tindakan itu tidak konstitusional.

Ketika ia diadili di Senat, Johnson akhirnya memegang jabatan kepresidenannya dengan satu suara, setelah tujuh orang Republik memutuskan untuk memilih dengan Senat Demokrat untuk membuatnya tetap sebagai Presiden.

Pembelaan Johnson berargumen bahwa awalnya dia tidak menunjuk Kepala Staf Angkatan Perang Stanton, yang berarti bahwa dia tidak melanggar Tenure of Office Act. Mereka juga mengklaim bahwa Johnson berniat untuk mendorong UU ke Mahkamah Agung. Sejarawan Hans L. Trefousse berpendapat bahwa para Senator yang memilih menentang pemecatan memutuskan bahwa Johnson diusir dari jabatannya karena alasan politik: "Kelemahan kasus ini ... meyakinkan banyak orang bahwa tuduhan tersebut sebagian besar bersifat politis, dan bahwa pelanggaran terhadap Tenure of Office Act bukan merupakan kejahatan atau pelanggaran terhadap Konstitusi tetapi hanya alasan untuk lawan Johnson."

Hasil ini menetapkan preseden utama untuk pemakzulan presiden di masa depan, bahwa Presiden tidak boleh dimakzulkan karena alasan politik, tetapi hanya jika mereka melakukan, sebagaimana Konstitusi menetapkan, "pengkhianatan, penyuapan atau kejahatan tinggi dan pelanggaran ringan lainnya."

Bill Clinton

Presiden ke-42 AS, Bill Clinton, berada di urutan keempat IQ tertinggi dengan skor 148,8 di antara presiden Amerika Serikat lainnya. Ia menerima beasiswa Rhodes ke Oxford University, di mana ia belajar filsafat, politik dan ekonomi. Dia juga menerima gelar sarjana hukum dari Yale. Insidegov.com

Seperti Johnson, Presiden Bill Clinton telah membangkitkan banyak kemarahan di Kongres. Setelah perselingkuhannya dengan mantan karyawan magang Gedung Putih Monica Lewinsky tersebar ke publik pada Januari 1998, Clinton pada awalnya dengan tegas membantah para penyelidik federal dan publik, bahwa dia telah melakukan hubungan seksual dengan Monica.

Pasal-pasal tentang pemakzulan menuduh bahwa Clinton telah berbohong kepada penyelidik terkait hubungannya dengan Lewinsky. Pasal juga mengatakan bahwa dia telah menghalangi penyelidikan dengan mendorong staf Gedung Putih untuk menyangkal perselingkuhannya.

Hasil persidangan Clinton memperkuat preseden bahwa Presiden hanya boleh dikeluarkan dari jabatannya hanya dalam keadaan terbatas. Sementara banyak Senator setuju bahwa Clinton telah berperilaku buruk, mereka akhirnya memutuskan bahwa kesalahannya tidak setingkat kejahatan tinggi dan pelanggaran ringan.

Michael Gerhardt, seorang profesor Universitas North Carolina yang berspesialisasi dalam hukum konstitusi, mengatakan, "Banyak dari orang-orang ini menemukan bahwa ada kesalahan, tetapi tidak cukup untuk memakzulkan dia."

Susan Collins, seorang Republikan yang akhirnya memilih menentang hukuman, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa dia tidak percaya bahwa Clinton telah melakukan kejahatan, tetapi dia telah berperilaku buruk. "Dalam memilih untuk membebaskan Presiden, saya melakukannya dengan keraguan besar karena saya tidak bermaksud dengan cara apa pun untuk membebaskan orang ini," kata Collins.

Para ahli mengatakan bahwa upaya untuk mengeluarkan Clinton dari jabatannya hancur karena opini publik berbalik menentang pemakzulan Clinton dari jabatannya. Faktanya, peringkat popularitas kinerja Clinton memuncak selama minggu pemakzulan, menurut Gallup.

Presiden lain yang menghadapi pemakzulan

<!--more-->

Selain Johnson dan Clinton, ada presiden lain juga menghadapi ancaman pemakzulan. Mengingat bahwa hanya dua presiden yang pernah dimakzulkan, lebih banyak dari mereka telah menghadapi panggilan Kongres untuk pemakzulan.

Presiden pertama Dewan Perwakilan Rakyat yang direncanakan untuk dimakzulkan adalah John Tyler. Setelah Presiden William Henry Harrison, yang meninggal ketika baru menjabat satu bulan, Tyler mem-veto undang-undang yang didukung oleh Partai Whig-nya sendiri dan yang telah dijanjikan Harrison untuk didukung. Whig mengusir Tyler dari partai mereka, dan DPR menerima petisi untuk sebuah resolusi yang memintanya untuk mengundurkan diri atau menghadapi kemungkinan pemakzulan. Namun Kongres pada akhirnya tidak melanjutkan proses pemakzulan.

Richard Nixon, yang paling dikenal karena berada di ambang pemakzulan, tetapi tidak benar-benar dimakzulkan. Selama skandal Watergate, Komite Kehakiman DPR mengajukan tiga pasal pemakzulan terhadap Presiden karena "kejahatan berat dan pelanggaran ringan". Namun, Nixon mengundurkan diri pada 9 Agustus 1974, sebelum pemakzulan itu dilanjutkan.

Kini pemakzulan kembali menggema ketika Presiden Donald Trump dituduh Demokrat melakukan pelanggaran konstitusi dengan meminta campur tangan asing dalam politik dalam negeri. Donald Trump dalam panggilan telepon Juli dengan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, memintanya untuk menyelidiki pesaing politiknya Joe Bidens dan putranya yang memiliki posisi di perusahaan Ukraina, meski tidak ada pelanggaran yang dilakukan Biden.

Selain itu, Trump dituduh menahan bantuan militer ke Ukraina sebesar Rp 5,7 miliar untuk menekan Zelensky membuka penyelidikan, meskipun akhirnya bantuan dilepaskan.

Saat ini Komite DPR Demokrat menyiapkan pasal-pasal pemakzulan untuk dibawa ke Komite Kehakiman DPR.

Jika diperoleh suara mayoritas dari 435 anggota DPR Amerika Serikat menyetujui dakwaan atau pasal pemakzulan, maka proses selanjutnya disampaikan ke Senat Amerika Serikat dan majelis rendah Amerika Serikat, yang akan mengelar persidangan pemakzulan apakah Presiden Trump harus dipecat atau tidak.

Berita terkait

Donald Trump Memuji Penggerebekan Unjuk Rasa Pro-Palestina oleh Polisi New York

4 hari lalu

Donald Trump Memuji Penggerebekan Unjuk Rasa Pro-Palestina oleh Polisi New York

Donald Trump memuji polisi New York yang menggerebek unjuk rasa pro-Palestina di Universitas Columbia.

Baca Selengkapnya

Terancam Dipenjara, Trump Dijatuhi Denda Rp146 Juta karena Langgar Perintah Pembungkaman

5 hari lalu

Terancam Dipenjara, Trump Dijatuhi Denda Rp146 Juta karena Langgar Perintah Pembungkaman

Hakim yang mengawasi persidangan pidana uang tutup mulut Donald Trump mendenda mantan presiden Amerika Serikat itu sebesar US$9.000 atau karena Rp146

Baca Selengkapnya

Aktivis Lingkungan Aeshnina ke Kanada Minta Justin Trudeau Hentikan Ekspor Sampah Plastik ke Indonesia

14 hari lalu

Aktivis Lingkungan Aeshnina ke Kanada Minta Justin Trudeau Hentikan Ekspor Sampah Plastik ke Indonesia

Aktivis lingkungan Aeshnina Azzahra Aqilani co Captain Riverin minta PM Kanada Justin Trudeau hentikan impor sampah plastik ke Indonesia.

Baca Selengkapnya

Donald Trump Salahkan Joe Biden atas Serangan Iran ke Israel

21 hari lalu

Donald Trump Salahkan Joe Biden atas Serangan Iran ke Israel

Donald Trump menilai saat ini adanya kurangnya kepemimpinan Joe Biden hingga membuat Tehran semakin berani

Baca Selengkapnya

Trump Tolak Undangan Zelensky, Menilai Tak Pantas Kunjungi Ukraina

25 hari lalu

Trump Tolak Undangan Zelensky, Menilai Tak Pantas Kunjungi Ukraina

Bekas Presiden AS Donald Trump menolak undangan Presiden Volodymyr Zelensky untuk menyambangi Ukraina.

Baca Selengkapnya

Rwanda Peringati 30 Tahun Genosida terhadap Ratusan Ribu Warga Suku Tutsi

28 hari lalu

Rwanda Peringati 30 Tahun Genosida terhadap Ratusan Ribu Warga Suku Tutsi

Rwanda pada Minggu memulai peringatan selama satu pekan untuk memperingati 30 tahun genosida terhadap ratusan ribu warga etnis Tutsi pada 1994.

Baca Selengkapnya

Berusia 75 Tahun, NATO Hadapi Sejumlah Ancaman, Termasuk Trump

32 hari lalu

Berusia 75 Tahun, NATO Hadapi Sejumlah Ancaman, Termasuk Trump

Sekjen NATO mendesak Amerika Serikat tetap bersatu dengan Eropa, meski seandainya Donald Trump kembali berkuasa di Gedung Putih

Baca Selengkapnya

Joe Biden Vs Donald Trump, Dua Lelaki Gaek Berebut Kursi Presiden AS

34 hari lalu

Joe Biden Vs Donald Trump, Dua Lelaki Gaek Berebut Kursi Presiden AS

Joe Biden 81 tahun dan Donald Trump 78 tahun akan bertarung di kontestasi pemilihan Presiden AS di usia yang tak lagi muda.

Baca Selengkapnya

Top 3 Dunia: Tanding Ulang Joe Biden vs Donald Trump, Kekecewaan Keturunan Arab di AS

36 hari lalu

Top 3 Dunia: Tanding Ulang Joe Biden vs Donald Trump, Kekecewaan Keturunan Arab di AS

Top 3 dunia adalah Joe Biden akan bertanding ulang melawan Donald Trump di Pilpres AS hingga masyarakat Arab di Amerika Serikat kecewa.

Baca Selengkapnya

Saling Serang Calon Presiden AS: Joe Biden Ungkit Pemutih sebagai Obat, Donald Trump: Jika Tak Menang, Demokrasi Berakhir

37 hari lalu

Saling Serang Calon Presiden AS: Joe Biden Ungkit Pemutih sebagai Obat, Donald Trump: Jika Tak Menang, Demokrasi Berakhir

Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, menyindir Donald Trump, yang akan menjadi pesaingnya lagi dalam pemilihan presiden AS yang akan datang pada bulan November.

Baca Selengkapnya