3 Hal Mengenai Pembentukan Blok Dagang Baru RCEP

Reporter

Tempo.co

Editor

Budi Riza

Minggu, 3 November 2019 15:33 WIB

Presiden Joko Widodo (kanan) mengikuti sesi pleno KTT ke-35 ASEAN di Bangkok, Thailand, Sabtu, 2 November 2019. Jokowi juga memiliki agenda untuk mengadakan pertemuan bilateral bersama beberapa negara sahabat seperti Selandia Baru, Australia, India, Jepang serta Sekjen PBB. ANTARA

TEMPO.CO, Jakarta - Isu pembentukan blok dagang Regional Comprehensive Economic Partnership atau RCEP menjadi salah satu isu yang dibahas para pemimpin ASEAN, Cina dan India dalam Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke – 35 di Bangkok, mulai Sabtu, 2 November 2019.

Blok dagang ini bakal terdiri dari 16 negara dengan kontribusi 30 persen terhadap produk domestik bruto global dan nyaris setengah dari populasi dunia.

Berikut beberapa poin mengenai blok dagang ini:

  1. Blok Dagang Baru

Pembentukan RCEP ini sebagai perjanjian perdagangan bebas kerap disebut sebagai upaya Cina menandingi blok dagang Trans-Pacific Partnership, yang digagas Amerika Serikat.

Selain 10 negara ASEAN, ada negara lain yang bakal bergabung yaitu Australia, Cina, India, Jepang, Selandia Baru, dan Korea Selatan. Rencananya, pembentukan RCEP ini bakal diteken pada 2019 setelah mengalami sejumlah penundaan karena alotnya proses negosiasi.

Advertising
Advertising

  1. Beda RCEP dan TPP

Kedua blok dagang ini digawangi oleh dua ekonomi terbesar dunia yaitu AS untuk TPP dan Cina untuk RCEP. Namun, Presiden AS, Donald Trump, memutuskan untuk menarik negaranya keluar dari TPP karena lebih menyukai kesepakatan bilateral dengan negara mitra dagang.

Awalnya TPP lebih terlihat ambisius termasuk mengatur urusan tenaga keraja, lingkungan, hak kekayaan intelektual dan badan usaha milik negara selain akses pasar untuk barang dan jasa.

Sedangkan RCEP lebih fokus soal standar tarif lintas wilayah dan meningkatkan akses market untuk layanan dan investasi. RCEP juga akan mengatur kekhususan bagi negara berkembang misalnya liberalisasi tarif bertahap dan masa transisi.

Menurut kalkulasi Asia Development Bank pada 2016, TPP berpotensi menghasilkan US$400 miliar atau sekitar Rp5.600 triliun pendapatan global sebelum AS menarik diri.

Sedangkan RCEP hanya sekitar US$260 miliar dolar atau sekitar Rp3.600 triliun.

  1. Perang Dagang

Munculnya perang dagang antara AS dan Cina membuat perekonomian sejumlah negara lain terganggu. Ini membuat RCEP menjadi lebih menarik karena bisa mempermudah ekspor – impor antar negara.

Awalnya penandatanganan perjanjian RCEP ini diperkirakan pada 2018. Namun, ada hambatan dari India yang masih meminta perlindungan sejumlah industrinya terkait masuknya produk dari Cina. India kemungkinan bakal diizinkan untuk mengurangi tarif secara perlahan untuk melindungi industri dalam negeri.

Berita terkait

Badan Mata-mata Seoul Tuding Korea Utara Rencanakan Serangan terhadap Kedutaan Besar

9 jam lalu

Badan Mata-mata Seoul Tuding Korea Utara Rencanakan Serangan terhadap Kedutaan Besar

Badan mata-mata Korea Selatan menuding Korea Utara sedang merencanakan serangan "teroris" yang menargetkan pejabat dan warga Seoul di luar negeri.

Baca Selengkapnya

3.300 Video Seks Sekutu PM Modi Menggegerkan Pemilu India

14 jam lalu

3.300 Video Seks Sekutu PM Modi Menggegerkan Pemilu India

India digegerkan oleh beredarnya video seks oleh seorang politisi yang merupakan sekutu PM Narendra Modi.

Baca Selengkapnya

Berkunjung ke Optus Stadium Perth Australia yang Megah

16 jam lalu

Berkunjung ke Optus Stadium Perth Australia yang Megah

Optus Stadium Perth bukan hanya tempat untuk acara olahraga, tetapi juga tuan rumah berbagai konser musik, pertunjukan, dan acara khusus lainnya

Baca Selengkapnya

Gelombang Panas Serbu India sampai Filipina: Luasan, Penyebab, dan Durasi

19 jam lalu

Gelombang Panas Serbu India sampai Filipina: Luasan, Penyebab, dan Durasi

Daratan Asia berpeluh deras. Gelombang panas menyemai rekor suhu panas yang luas di wilayah ini, dari India sampai Filipina.

Baca Selengkapnya

Bahlil Bantah Cina Kuasai Investasi di Indonesia, Ini Faktanya

1 hari lalu

Bahlil Bantah Cina Kuasai Investasi di Indonesia, Ini Faktanya

Menteri Bahlil membantah investasi di Indonesia selama ini dikuasai oleh Cina, karena pemodal terbesar justru Singapura.

Baca Selengkapnya

Segera Hadir di Subang Smartpolitan, Berikut Profil BYD Perusahaan Kendaraan Listrik

1 hari lalu

Segera Hadir di Subang Smartpolitan, Berikut Profil BYD Perusahaan Kendaraan Listrik

Keputusan mendirikan pabrik kendaraan listrik di Subang Smartpolitan menunjukkan komitmen BYD dalam mendukung mobilitas berkelanjutan di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Jalan Raya di Cina Ambles, Sedikitnya 48 Orang Tewas

1 hari lalu

Jalan Raya di Cina Ambles, Sedikitnya 48 Orang Tewas

Korban tewas akibat amblesnya jalan raya di Cina selatan telah meningkat menjadi 48 orang

Baca Selengkapnya

Hasil Piala Uber 2024: Tim Bulu Tangkis Putri Cina dan Jepang Bakal Duel di Semifinal

1 hari lalu

Hasil Piala Uber 2024: Tim Bulu Tangkis Putri Cina dan Jepang Bakal Duel di Semifinal

Tim bulu tangkis putri Cina dan Jepang melenggang mulus ke semifinal Uber Cup atau Piala Uber 2024.

Baca Selengkapnya

Ahli Soroti Transisi Energi di Indonesia dan Australia

1 hari lalu

Ahli Soroti Transisi Energi di Indonesia dan Australia

Indonesia dan Australia menghadapi beberapa tantangan yang sama sebagai negara yang secara historis bergantung terhadap batu bara di sektor energi

Baca Selengkapnya

Aktivitas Seru dan Unik di Pulau Rottnest Perth Australia, Selfie dengan Quokka hingga Melihat Singa Laut Berjemur

1 hari lalu

Aktivitas Seru dan Unik di Pulau Rottnest Perth Australia, Selfie dengan Quokka hingga Melihat Singa Laut Berjemur

Pulau Rottnest di sebelah barat Perth, Australia, menawarkan berbagai aktivitas yang seru dan unik.

Baca Selengkapnya