Water Cannon Digunakan Hadapi Massa Pro Demokrasi Hong Kong

Reporter

Tempo.co

Editor

Budi Riza

Selasa, 13 Agustus 2019 12:01 WIB

Polisi antihuru-hara menembakkan gas air mata ke pengunjuk rasa di dalam stasiun MTR Kwai Fong.[Felix Wong/SCMP]

TEMPO.CO, Hong Kong – Polisi Hong Kong menggunakan alat baru untuk mengendalikan unjuk rasa pro-Demokrasi, yang kerap berakhir dengan bentrok fisik dengan petugas.

Alat itu adalah dua mobil water cannon atau kanon air berkekuatan tinggi, yang dilengkapi dengan alat penembak gas air mata.

“Kendaraan baru ini dilengkapi dengan kamera pengawas dan beberapa corong semprotan air dan mulai digunakan pada Senin kemarin saat unjuk rasa,” begitu dilansir Channel News Asia pada Senin, 19 Agustus 2019.

Polisi membela diri di tengah tuduhan melakukan tindak kekerasan berlebihan dalam meredam aksi unjuk rasa ini. Kendaraan water cannon ini belum pernah digunakan sebelumnya saat unjuk rasa dan baru digelar di jalanan pada Senin setelah sehari sebelumnya polisi terlibat bentrok fisik dengan pengunjuk rasa di berbagai lokasi termasuk stasiun kereta api.

“Cara ini ditempuh untuk meredam pengunjuk rasa pro-Demokrasi setelah gas air mata dan peluru karet gagal menghentikan unjuk rasa yang terus menerus terjadi tiap pekan selama dua bulan terakhir,” begitu dilansir Channel News Asia.

Advertising
Advertising

Polisi sempat berlatih menggunakan mobil water cannon ini dengan menyemprotkan air bertekanan tinggi ke arah boneka manusia dalam jarak berbeda.

Polisi Hong Kong dikabarkan merogoh sekitar US$3.4 juta atau sekitar Rp50 miliar untuk memesan 3 mobil jenis ini.

“Kendaraan ini merupakan taktik khusus kami untuk menggunakan kekuatan dari opsi-opsi yang ada,” kata Chan Kim-kwok, superintendent Kepolisian Hong Kong, kepada anggota parlemen.

Sebagian anggota parlemen memprotes cara kekerasan yang dilakukan polisi saat menangani unjuk rasa. “Kita melihat kontrol emosi polisi di jalan sangat buruk,” kata Lam Cheuk-ting, salah satu anggota parlemen yang menuding polisi menyalahgunakan kewenangan terhadap pengunjuk rsa.

Aksi unjuk rasa di Hong Kong semakin intensif dalam sepuluh pekan terakhir ini seperti dilansir Reuters. Warga awalnya menolak keras amandemen legislasi ekstradisi, yang memungkinkan mereka diekstradisi ke Cina jika dianggap melanggar hukum di sana.

Belakangan, tuntutan aksi protes ini meluas dengan desakan penerapan sistem demokrasi secara utuh, mencopot Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam, yang dianggap pro Beijing, dan menolak intervensi Cina, yang dianggap menekan demokrasi dan kebebasan di wilayah semi-otonom ini.

Aksi unjuk rasa berlangsung beberapa hari nyaris setiap pekan dengan beberapa unjuk rasa berakhir dengan bentrok fisik antara pengunjuk rasa Hong Kong dan polisi. Sejak Jumat pekan lalu, warga Hong Kong berbondong-bondong datang ke Bandara Internasional Hong Kong hingga Senin kemarin untuk menyuarakan tuntutan pro-Demokrasi.

Ini membuat bandara menjadi nyaris lumpuh dan tidak bisa melayani penerbangan ke luar Hong Kong. Sekitar nyaris 200 penerbangan dibatalkan dengan beberapa penerbangan menuju Hong Kong dialihkan meskipun unjuk rasa di ruang utama berlangsung dengan damai.

Belakangan, polisi bersenjata dari Cina terlihat bersiaga di perbatasan Shenzhen, yang berbatasan langsung dengan Hong Kong. Media Global Times menyebut para polisi sedang latihan rutin meskipun ini bukan penampakan yang lazim.

Berita terkait

Menlu India Tak Terima Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

2 jam lalu

Menlu India Tak Terima Komentar Joe Biden tentang Xenofobia

Menteri Luar Negeri India menolak komentar Presiden AS Joe Biden bahwa xenofobia menjadi faktor yang menghambat pertumbuhan ekonomi negaranya.

Baca Selengkapnya

Soal Internet di Cina, Kampanye Larangan Tautan Ilegal hingga Mengenai Pendapatan Periklanan

2 jam lalu

Soal Internet di Cina, Kampanye Larangan Tautan Ilegal hingga Mengenai Pendapatan Periklanan

Komisi Urusan Intenet Pusat Cina telah memulai kampanye nasional selama dua bulan untuk melarang tautan ilegal dari sumber eksternal di berbagai media

Baca Selengkapnya

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

3 jam lalu

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengaku tidak mengetahui ihwal penyidik meminta Bea Cukai untuk paparan dugaan ekspor nikel ilegal ke Cina.

Baca Selengkapnya

Penanganan Polusi Udara, Peneliti BRIN Minta Indonesia Belajar dari Cina

7 jam lalu

Penanganan Polusi Udara, Peneliti BRIN Minta Indonesia Belajar dari Cina

Cina menjadi salah satu negara yang bisa mengurangi dampak polusi udaranya secara bertahap. Mengikis dampak era industrialisasi.

Baca Selengkapnya

Menlu Selandia Baru Sebut Hubungan dengan Cina "Rumit"

10 jam lalu

Menlu Selandia Baru Sebut Hubungan dengan Cina "Rumit"

Menlu Selandia Baru menggambarkan hubungan negaranya dengan Cina sebagai hubungan yang "rumit".

Baca Selengkapnya

Demo Dukung Palestina di Kampus AS Diberangus Polisi, PM Bangladesh: Sesuai Demokrasi?

1 hari lalu

Demo Dukung Palestina di Kampus AS Diberangus Polisi, PM Bangladesh: Sesuai Demokrasi?

Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina mengkritik pemerintah Amerika Serikat atas penggerebekan terhadap protes mahasiswa pro-Palestina

Baca Selengkapnya

Badan Mata-mata Seoul Tuding Korea Utara Rencanakan Serangan terhadap Kedutaan Besar

1 hari lalu

Badan Mata-mata Seoul Tuding Korea Utara Rencanakan Serangan terhadap Kedutaan Besar

Badan mata-mata Korea Selatan menuding Korea Utara sedang merencanakan serangan "teroris" yang menargetkan pejabat dan warga Seoul di luar negeri.

Baca Selengkapnya

Gelombang Panas Serbu India sampai Filipina: Luasan, Penyebab, dan Durasi

1 hari lalu

Gelombang Panas Serbu India sampai Filipina: Luasan, Penyebab, dan Durasi

Daratan Asia berpeluh deras. Gelombang panas menyemai rekor suhu panas yang luas di wilayah ini, dari India sampai Filipina.

Baca Selengkapnya

Bahlil Bantah Cina Kuasai Investasi di Indonesia, Ini Faktanya

1 hari lalu

Bahlil Bantah Cina Kuasai Investasi di Indonesia, Ini Faktanya

Menteri Bahlil membantah investasi di Indonesia selama ini dikuasai oleh Cina, karena pemodal terbesar justru Singapura.

Baca Selengkapnya

Segera Hadir di Subang Smartpolitan, Berikut Profil BYD Perusahaan Kendaraan Listrik

2 hari lalu

Segera Hadir di Subang Smartpolitan, Berikut Profil BYD Perusahaan Kendaraan Listrik

Keputusan mendirikan pabrik kendaraan listrik di Subang Smartpolitan menunjukkan komitmen BYD dalam mendukung mobilitas berkelanjutan di Indonesia.

Baca Selengkapnya