Perang Dagang, Donald Trump Naikkan Tarif Impor Barang dari Cina
Reporter
Non Koresponden
Editor
Suci Sekarwati
Sabtu, 11 Mei 2019 13:25 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Amerika Serikat Donald Trump meyakinkan hubungan dagang negaranya dengan Cina akan tetap berlanjut meskipun pihaknya menaikkan tarif impor untuk barang-barang dari Negeri Tirai Bambu itu. Rencana itu diambil guna menghindari risiko terburuk jika negosiasi penyelesaian perang dagang antar kedua negara terus mandek.
Pernyataan itu disampaikan Trump tak lama setelah perundingan antara delegasi Kementerian Perdagangan Amerika Serikat Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan Amerika Serikat Steven Mnuchin dengan Wakil Perdana Menteri Cina Lie He, berakhir.
"Dalam dua hari terakhir, Amerika Serikat dan Cina telah menggelar perundingan yang konstruktif mengenai status hubungan dagang kedua negara. Saat ini, Amerika Serika Serikat sudah menaikkan tarif impor pada Cina, dimana kenaikan tarif ini akan dicabut atau tidak tergantung pada apa yang dihormati dalam negosiasi selanjutnya !," tulis Trump dalam kicauannya, seperti dikutip dari aljazeera.com, Sabtu, 11 Mei 2019.
Baca: Perang Dagang AS-Cina, Harga Iphone hingga Nike Terancam Naik
Baca: Perang Dagang, Cina Siap Balas Kenaikan Tarif 25 Persen Trump
Pada Jumat pagi, 10 Mei 2019, Amerika Serikat menaikkan tarif impor untuk barang-barang dari Cina menjadi 25 persen dari 10 persen. Keputusan ini membuat pasar uang waswas mengingat perang dagang kedua negara sudah berlangsung selama 10 bulan. Cina diperkirakan akan membalas tindakan Amerika Serikat itu.
Trump berkeras menaikkan tarif impor dan meyakinkan pihaknya tidak terburu-buru dalam memfinalisasi sebuah kesepakatan. Perekonomian Amerika Serikat akan mendapat lebih banyak keuntungan dari retribusi ketimbang kesepakatan apapun.
Dengan naiknya impor barang dari Cina ini, maka konsumen di Amerika Serikat harus membayar harga lebih mahal dua pertiga dibanding harga produk Amerika Serikat.
Ekonom dan konsultan industri mengatakan kenaikan tarif impor ini akan dirasakan oleh masyarakat Amerika Serikat dalam tiga sampai empat bulan ke depan. Para peritel pun tak punya pilihan lain selain menaikkan harga demi menutup kenaikan biaya impor.