Human Rights Watch Minta Jepang Revisi Undang-Undang Transgender
Reporter
Non Koresponden
Editor
Suci Sekarwati
Kamis, 21 Maret 2019 19:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga HAM Human Rights Watch meminta Jepang untuk segera merevisi undang-undang yang meminta kelompok transgender agar melakukan operasi sterilisasi jika mereka ingin secara hukum mendapat pengakuan untuk identitas gender mereka.
Di bawah undang-undang yang diperkenalkan pada 2004 itu, kelompok transgender yang ingin mengganti identitas kelamin pada dokumen resmi harus mengajukan banding ke pengadilan keluarga dan memenuhi sejumlah kriteria ketat. Para transgender yang ingin melakukan hal ini harus mensterilkan kemampuan reproduktif mereka.
Baca:Operasi Plastik Gagal, Transgender Ini Malu Keluar Rumah
Kriteria lain, yakni para transgender itu harus berstatus masih lajang, tak punya anak yang berusia dibawah 20 tahun dan melakukan sebuah evaluasi kejiwaan agar bisa mendapat diagnosa gangguan identitas gender.
"Jepang harus menegakkan hak-hak kelompok transgender dan berhenti memaksa mereka melakukan operasi agar bisa diakui secara hukum," kata Kanae Doi, Direktur Human Rights Watch untuk wilayah Jepang, seperti dikutip dari asiaone.com, Kamis, 21 Maret 2019.
Baca: Universitas Negeri di Jepang Akan Terima Mahasiswi Transgender
Menurut Doi, undang-undang soal pengakuan transgender secara hukum itu dibuat berdasarkan sebuah premis yang sudah ketinggalan zaman yang menyebut transgender sebagai sebuah penyakit mental. Dengan begitu, undang-undang ini harus segera direvisi.
Pernyataan Human Rights Watch itu dilampirkan dengan sebuah laporan hasil wawancara 48 transgender, pengacara, praktisi kesehatan dan ahli pada masalah ini. Mereka yang diwawancarai mengkritisi undang-undang merendahkan negara dimana transgender dikaitkan dengan kondisi kesehatan mental. Mereka pun mengkritisi tuntutan agar transgender melakukan operasi yang lama, mahal, bersifat menyerang dan tidak bertanggung jawab secara prosedur medis.
Human Rights Watch menyoroti laporan khusus PBB pada 2013 mengenai penyiksaan dimana kelompok transgender diminta untuk melakukan sterilisasi yang tak diinginkan sebagai sebuah prasyarat untuk bisa mendapatkan pengakuan secara hukum atas jenis kelamin yang mereka pilih dan hal ini melanggar HAM. Namun pada Januari 2019, Mahkamah Agung Jepang telah memperlihatkan dukungan akan perubahan undang-undang ini.