Pasca-Teror di Selandia Baru, PM Ardern Akan Ubah UU Senjata Api
Reporter
Non Koresponden
Editor
Eka Yudha Saputra
Sabtu, 16 Maret 2019 15:05 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern mengatakan, akan mengubah undang-undang kepemilikan senjata api menyusul teror di Selandia Baru.
"Ada lima senjata api yang digunakan oleh pelaku," kata Ardern, dikutip dari CNN, 16 Maret 2019.
"Ada dua senjata semi-otomatis dan dua shotgun. Penyerang memiliki izin kepemilikan senjata api. Saya percaya ini diperoleh pada November 2017. Senjata jenis pemantik tuas (lever-action) juga ditemukan," Ardern melanjutkan.
Baca: PM Selandia Baru Sebut Penembakan 2 Masjid Serangan Teroris
Ardern mengatakan pelaku yang diidentifikasi sebagai Brenton Tarrant memperoleh izin kepemilikan senjata api pada November 2017 dan mulai membeli senjata api secara legal pada Desember 2017.
"Sementara penyelidikan sedang dilakukan terkait peristiwa yang mengarah pada baik memegang lisensi senjata ini dan kepemilikan senjata-senjata ini, Saya dapat memberitahu Anda satu hal sekarang. Undang-undang senjata kita akan berubah," kata Ardern.
Menurut laporan Huffington Post, Selandia baru tidak melarang senjata api semi-otomatis, tidak seperti Australia dan Inggris. Sementara larangan ini akan diikuti oleh Norwegia pada 2021.
Pemilik senjata api Selandia Baru diharuskan untuk mendapatkan lisensi dan menyelesaikan kursus keselamatan senjata. Mereka tidak harus mendaftarkan senjata mereka, dengan beberapa pengecualian, sehingga mustahil bagi polisi untuk mengetahui jumlah pasti senjata api di Selandia Baru.
Baca: 4 Masjid Ini Pernah Menjadi Sasaran Serangan Teror
Survei Small Arms memperkirakan sekitar 1,2 juta senjata api berada di tangan warga sipil atau swasta di Selandia Baru. Sekitar 15.000 dari senjata api yang digolongkan sebagai senjata api semi-otomatis militer, atau MSSA, harus didaftarkan.
Menurut laporan The Washington Post, baik shotgun dan senapan semi-otomatis digunakan dalam setidaknya digunakan dalam teror di Selandia Baru, namun belum jelas bagaimana pelaku mendapatkan senjata atau apakah senjatanya terdaftar di Selandia Baru.