TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern menegaskan penembakan di 2 masjid di kota Christchurch merupakan serangan teroris yang dirancang dengan rapi.
Menurut Ardern, serangan teroris terhadap umat Muslim yang sedang salat Jumat merupakan salah satu sejarah paling hitam bagi Selandia Baru.
Baca: Kisah Guru yang Jadi Pahlawan Serangan Teroris di Selandia Baru
"Ini dan akan menjadi salah satu hari paling hitam," kata Ardern dalam konferensi pers, Sabtu, 16 Maret 2019 seperti dikutip dari Al Jazeera.
Ardern yang mengenakan kerudung hitam dalam konferensi pers juga berbicara kepada sejumlah anggota komunitas Muslim Christchurch. Wajah Ardern pucat dan menahan emosi.
Baca: Teror di Selandia Baru, Warga Dunia Galang Dana Rp 24 Miliar
"Para pemimpin komunitas berbagi rasa yang sama dengan mereka warga Selandia Baru umumnya. Ini bukan Selandia Baru yang mereka tahu. Ini bukan Selandia Baru yang telah menyambut mereka dan bahwa itu bukan cerminan Selandia Baru setahu mereka, dan sentimen itu datang dengan sangat kuat," kata Ardern.
Setelah bertemu komunitas Muslim di Christchurch, Ardern dijadwalkan bertemu para korban di rumah sakit. Puluhan orang masih dirawat di rumah sakit termasuk dua WNI yang menjadi korban serangan teroris Brenton Tarrant, 28 tahun, yang disebut anti-imigran dan kelompok supremasi kulit putih.
Baca: Pelaku Penembakan di Selandia Baru Terancam Hukuman Seumur Hidup
Perdana Menteri Selandia Baru ini memastikan bahwa pihaknya bekerja sama dengan pemerintah Australia dalam menangani kasus serangan teroris Brenton Tarrant yang menewaskan 49 orang dan melukai puluhan orang. Tarrant merupakan warga Australia yang menjalankan aksi terornya di Selandia Baru.