Kaleidoskop 2018: 10 Peristiwa yang Jadi Sorotan Dunia
Reporter
Non Koresponden
Editor
Maria Rita Hasugian
Jumat, 28 Desember 2018 17:37 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sedikitnya 10 peristiwa yang menjadi sorotan dan perhatian masyarakat internasional ditampilkan dalam kaleidoskop 2018. Peristiwa-peristiwa ini berasal dari empat kawasan, Asia, Timur Tengah, Amerika, dan Eropa.
1.Revolusi dan reformasi di Arab Saudi.
Setahun setelah resmi sebagai putra mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman atau dipanggil MBS, mulai menjalankan program Visi 2030 yang dinilai sejumlah pengamat sebagai reformasi dan revolusi. Misalnya dia memulihkan hak mengemudi untuk perempuan, menguatkan investasi asing, dan melepas ketergantungan negara pada minyak dengan mengembangkan bisnis pariwisata.
Pada 18 April, untuk pertama kalinya Arab Saudi membuka seluruh bioskop yang dioperasikan oleh AMC Entertainment Holdings stelah 35 tahun bioskop terlarang di negara itu.
Perempuan Arab Saudi pada 24 Juni 2018 resmi diperbolehkan mengemudi di jalan-jalan raya Saudi. Ini langkah revolusioner karena Arab Saudi satu-satunya negara terakhir yang melarang perempuan mengemudi. Reformasi MBS juga memberi perempuan berperan dalam bidang ekonomi. Namun ironis, reformasi dan revolusi tidak sejalan dengan kebebasan berbicara bagi perempuan. Tiga aktivis perempuan yang memperjuangkan hak perempuan untuk mengemudi ditahan atas tuduhan pengkhianatan.
Reformasi lain yakni privatisasi perusahaan negara dan yang besar yakni Aramco, perusahaan minyak negara. Namun penawaran perdana ke publik tertunda.
2. Perang Yaman.
Awal Desember 2018 menjadi momentum baru setelah tiga tahun kebuntuan Perang Yaman. Dari kastil Johannesberg di Rimbo, dekat Stockholm, Swedia, pihak berseteru pemberontak Houthi dan pemerintahan Hadi sepakat membuka kembali kota pelabuhan utama Yaman, Hodeidah, untuk bantuan kemanusiaan dan membuka bandara Sanna.
Dalam laporan Reuters, perundingan yang disponsori PBB juga memnyepakati gencatan senjata dan membebaskan ribuan tahanan dari masing-masing pihak. Ini kemajuan baru sebab tidak ada hasil berarti dalam perundingan September di Jenewa karena Houthi menolak hadir.
Perang Yaman telah berlangsung tiga tahun, namun gencatan senjata dipicu oleh skandal pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi. Arab Saudi terpaksa memasuki meja runding dengan Houthi setelah AS dan sekutunya mengakhiri dukungan ke Koalisi Arab. Pada 11 November AS menghentikan sokongan BBM untuk militer Saudi, kemudian puncaknya Senat AS mengeluarkan resolusi pada 13 Desember yang mengakhiri dukungan militer untuk perang Yaman.
<!--more-->
3. Pembunuhan sadis jurnalis Jamal Khashoggi.
Pada 2 Oktober, Jamal Khashoggi, jurnalis kawakan Arab Saudi yang mengasingkan diri ke AS, tewas dibunuh secara sadis oleh regu pembunuh yang dikirim langsung dari Arab Saudi. Hari itu Jamal Khashoggi hendak mengambil dokumen untuk prasyarat pernikahannya dengan Hatice Cengiz, tunangannya warga Turki. Namun empat jam menunggu di luar konsulat Saudi di Istanbul, Khashoggi tidak keluar, dilansir dari Aljazeera.
Misteri hilangnya Jamal Khashoggi terungkap berdasarkan laporan demi laporan media Turki. Arab Saudi menyangkal keterlibatan atas hilangnya Jamal Khashoggi, namun akhirnya mengklarifikasi Khashoggi tewas di konsulatnya oleh tim terdiri 15 orang yang dikirim dari Riyadh untuk membawa Khashoggi pulang. Kematiannya yang sadis, disiksa dan dimutilasi, menjadi perhatian masyarakat internasional.
Salah satu tersangka pelaku mutilasi Khashoggi adalah kepala tim ahli forensik Saudi, Salah Mohammed al-Tubaigy dan Saud, Saud Al-Qahtani, ajudan MBS. Tersangka pelaku lainnya bernama Maher Abdulaziz Mutreb, diplomat dan beberapa kali melakukan perjalanan dengan MBS.
Hubungan Turki dan Arab Saudi sempat tegang setelah presiden Turki Recep Tayyib Erdogan melontarkan pernyataan-pernyataan pedas tentang dugaan pelaku dan motif pembunuhan Khashoggi.Turki juga menagih hasil penyidikan termasuk meminta ekstridisi 15 tersangka pembunuh Jamal Khashoggi, namun Arab Saudi tidak menanggapinya. Jasad Jamal Khashoggi juga tidak ditemukan.
4. Donald Trump ditinggal menterinya.
Sepanjang 2018, kabinet presiden Amerika Serikat Donald Trump diwarnai dengan aksi para menteri mengundurkan diri.
Pengunduran diri Menteri Pertahanan James Mattis pada 20 Desember 2018 menjadi kabar terbaru mundurnya pejabat tinggi dari pemerintahan Presiden Donald Trump menjelang akhir 2018. Dia menulis surat terbuka dua halaman yang isinya menyebut alasan pengunduran dirinya karena perbedaan pendapat dengan Trump. Mattis mundur sehari setelah Trump mengumumkan penarikan pasukan dari Suriah dan Afganistan.
Lembaga Brooking Institution melansir ada tiga belas pejabat meninggalkan kabinet pada selama dua tahun masa pemerintahan Trump, termasuk sepuluh pada 2018.
“Ini jauh melampaui pemerintahan Presiden George W. Bush dan Barack Obama,” begitu dilansir Brooking dan dikutip Washington Examiner.
Brooking melansir ada 14 pengunduran diri atas tekanan, 17 promosi, dan 11 pengunduran diri.
Pejabat tinggi yang diberhentikan, misalnya, Kepala Staf Gedung Putih, John Kelly, yang akan berhenti pada akhir 2018. Trump juga memberhentikan Direktur FBI, James Comey, pada 9 Mei 2017 karena investigasi yang digelar terkait dugaan intervensi sejumlah orang Rusia untuk memenangkan Trump pada pilpres 2016.
5. Krisis ekonomi terparah di Venezuela.
Selama tahun 2018 Amerika Selatan didera krisis ekonomi, sosial dan politik. Venezuela, salah satu negara yang terpukul krisis. Krisis negara itu meluas ke negara tetangga dan menjadi efek domino, mempengaruhi stabilitas Argentina, Brazil, Paraguay, Guatemala, Kuba dan Bolivia.
Di awal 2000-an, Venezuela masih menikmati pemasukan dari harga minyak dunia yang tinggi semasa Presiden Hugo Chavez.Chavez menggunakan keuntungan ekspor minyak untuk subsidi besar-besaran. Setelah kematiannya, Nicolas Maduro mengambil alih kepresidenan pada 2013. Tak lama harga minyak merosot dan membuat pendapatan negara menurun tajam dan membuat program subsidi kehilangan sokongan.
Pada 26 Juli 2018, Nicolas Maduro mengumumkan redenominasi mata uang Bolivar setelah IMF memprediksi inflasi Venezuela tahun ini mencapai 1 juta persen. Harga bahan pokok pun melambung tinggi. Harga 2,4 kilogram ayam utuh dihargai 14,6 juta Bolivar. Ribuan warga Venezuela sehingga menimbulkan krisis migrasi di Amerika Selatan.
<!--more-->
6. Mega Skandal 1MDB, PM Malaysia Najib Razak jadi tersangka.
Malaysia diterpa mega skandal penyalahgunaan dana 1MDB yang melibatkan Perdana Menteri Najib Razak dan sejumlah pejabat serta pengusaha yang dekat dengan Najib.
Dalam wawancara dengan Financial Times pada Oktober 2018, Najib menyangkal seluruh tuduhan yang diarahkan padanya.Najib menjelaskan uang tunai dan sejumlah barang mewah yang disita dari rumah dan kantornya oleh polisi merupakan kekayaan pribadi, bukan dari 1MDB. Kepolisian Malaysia juga menyita uang deposito Najib sebesar US$ 700 juta.
Najib sebagai tersangka menghadapi dakwaan pencucian uang, penyalahgunaan kekuasaan dan penyalahgunaan kepercayaan. Semua tuduhan itu dibuat tak lama setelah dia kehilangan kedudukannya di pemerintahan.
Najib terdongkel dari kekuasaan di tengah derasnya tuduhan keterlibatan Najib dalam skandal korupsi 1 MDB, sebuah lembaga investasi yang dia dirikan pada 2009. Dia dituduh sebagai orang yang harus bertanggung jawab atas raibnya dana sebesar US$ 4,5 miliar di 1MDB.
Kementerian Kehakiman Amerika Serikat menuding ada uang sekitar US$ 68 juta yang dikirim ke Najib dari 1MDB. Namun Najib berkeras uang itu bukan untuk tujuan politik, melainkan uang dari Kerajaan Arab Saudi untuk membantu Malaysia memerangi ekstrimisme di Malaysia.
7. Krisis Kemanusiaan Rohingya.
Peristiwa genosida yang dialami oleh etnis minoritas Rohingya di negara bagian Rakhine, Myanmar menjadi sorotan dunia sepanjang 2018. Tekanan yang dihadapi Myanmar semakin deras setelah tim investigasi PBB menyebut adanya dugaan keterlibatan militer dalam pembantaian terhadap etnis Rohingya.
Sepanjang 2018, sekitar 700 ribu etnis Rohingnya berlindung ke perbatasan Myanmar - Bangladesh. Upaya repatriasi atau pemulangan kembali Rohingya yang disepakati Bangladesh dan Myanmar batal direalisasikan setelah mendapat penolakan dari para pengungsi Rohingya dan beberapa LSM internasional.
Myanmar bersikukuh menyangkal telah melakukan kekerasan terhadap etnis Rohingya. Myanmar juga tetap menolak memberikan status kewarganegaraan kepada Rohingya.
8. Aung San Suu Kyi dikucilkan masyarakat internasional.
Pemimpin de Fakto Myanmar, Aung San Suu Kyi menuai kritik sekaligus hukuman dari masyarakat internasional. Suu Kyi, peraih Nobel perdamaian memilih bergeming atas penderitaan panjang etnis Muslim minoritas Rohingya.
Sikap Suu Kyi ini telah berdampak pada pencabutan sejumah penghargaan yang pernah dianugerahkan kepadanya. Pada Agustus 2018, penghargaan Kebebasan Edinburgh yang pernah diberikan padanya, dicabut. Pada November 2018,Lembaga HAM Amnesty Internasional juga mencabut penghargaan HAM yang diterima Suu Kyi pada 2009.
Pada Desember 2018, dua lembaga berbeda mencabut penghargaan yang diberikan pada Suu Kyi, yakni Kebebasan Paris dan penghargaan Gwangju yang dianugerahkan oleh yayasan HAM Korea Selatan.
Selain kasus pembantaian terhadap etnis Rohingya, pada tahun ini citra Myanmar semakin terpuruk saat negara itu nekat memenjarakan dua wartawan kewarga negaraan Myanmar yang berkerja untuk Reuters. Dua wartawan itu adalah Wa Lone, 32 tahun, dan Kyaw Soe Oo, 28 tahun. Pada September lalu, keduanya divonis bersalah oleh pengadilan Yangon atas tuduhan telah mencuri dokumen negara. Keduanya dihukum tujuh tahun penjara.
<!--more-->
9. Perang dagang Amerika Serikat dan Cina.
Perang dagang terjadi sejak Juli 2018 walaupun ketegangan mulai terasa sejak kwartal kedua. Ini dipicu komplain Presiden Trump atas defisit negara perdagangan yang diderita AS terhadap Cina. Jumlah defisit mencapai sekitar US$375 miliar – US$ 500 miliar atau sekitar Rp5.500 -- Rp7.300 triliun per tahun tergantung formulasi hitungan.
AS juga mengeluhkan pencurian kekayaan intelektual dan pemaksaan transfer teknologi oleh Cina.
Kedua negara lalu menaikkan tarif impor dari masing-masing sekitar 10 – 25 persen tergantung jenis barang. Ini meliputi barang logam olahan, elektronik hingga produk pertanian.
Reuters melansir AS telah mengenakan kenaikan tarif ini untuk sekitar US$250 miliar atau sekitar Rp3.600 triliun barang impor dari Cina. Sebaliknya, Cina mengenakan kenaikan tarif untuk impor barang AS senilai US$110 miliar atau sekitar Rp1.600 triliun.
Pada pertemuan KTT Group 20 di Buenos Aires, Argentina, pada 1 Desember, kedua negara bersepakat menghentikan sementara selama 90 hari kenaikan tarif ini sambil berunding.
10. Krisis Imigran di Eropa.
Wajah hangat Eropa menyambut para imigran korban perang dan konflik bersenjata di Timur Tengah dan Afrika pada tahun 2015 berubah menjadi sangar pada tahun 2018 sekalipun jumlah imigran sudah menurun dibanding tiga tahun sebelumnya. Mayoritas negara Eropa menutup perbatasannya bagi kedatangan imigran. Kapal-kapal pengangkut imigran diusir dan menguatnya dukungan politikus terhadap kelompok anti-imigran.
Bahkan Hungaria memagari perbatasannya dengan kawat berduri dan meloloskan undang-undang yang menolak Hungaria dijadikan transit bagi imigran maupun bagi pencari suaka. Negara ini juga menghentikan pendistribusian makanan bagi pencari suaka di perbatasan Serbia.
Krisis imigran telah membangkitkan kelompok sayap kanan yang berhaluan keras dengan nasionalisme, xenophobia dan ditambah dengan kekhawatiran mereka bahwa imigran akan merampas pekerjaan mereka dan menambah beban negara mengatasi pengangguran.
Pelipur lara bagi imigran datang dari Jerman dan Spanyol yang masih membuka pintu bagi mereka untuk tinggal sementara karena negaranya diamuk perang dan konflik bersenjata. Jika penolakan terhadap imigran menguat di Jerman, sebaliknya di Spanyol para imigran diterima secara terbuka dan mendapat dukungan dari pemerintah yang berasal dari kelompok sayap kiri. Meski, cerita pahit imigran di Spanyol juga ada, namun setidaknya mereka tidak menghadapi kuatnya penolakan dari kaum xenophia dan anti-imigran.