TEMPO Interaktif, Kuala Lumpur: Temiar, satu dari 18 suku pedalaman yang disebut Orang Asli di Malaysia, menggugat pemerintah negeri jiran itu atas penghancuran gereja mereka, yang mereka klaim dibangun di tanah leluhur mereka sendiri.Menurut pengacara mereka, N. Subramaniyan, pemerintah Negara Bagian Kelantan telah merobohkan gereja itu pada Juni tahun lalu, tak lama setelah anggota suku Temiar membangunnya di kampung pedalaman mereka.Kepala kampung dan tiga warga lain menuntut pemerintah setempat, yang dikuasai Partai Islam Se-Malaysia (PAS), untuk mengakui bahwa tanah itu milik mereka dan penghancuran itu merupakan tindakan melanggar hukum.Kasus ini seharusnya mulai disidangkan hari ini, tapi pengadilan menundanya hingga Mei setelah kedua pihak mengajukan argumen mereka masing-masing secara tertulis.Azlan Abdul Halim, pejabat yang mewakili pemerintah Kelantan, mengatakan gereja itu secara ilegal di bangun di tanah nagara dan penduduk kampung mengabaikan peringatan untuk menghentikan pembangunan."Berdasarkan hukum, setiap bangunan harus mendapat izin pemerintah. Tak peduli apakah bangunan itu gereja atau rumah. Ini tak ada kaitannya dengan agama," kata Azlan.Orang Asli, yang jumlahnya kurang dari 1 persen dari total 27 juta penduduk Malaysia, tergolong warga termiskin di sana. Kebanyakan dari mereka masih menganut animisme dan hidup di dalam atau dekat hutan.Pastur Moses Soo dan kelompok misionaris Kristennya membantu warga kampung Temiar membangun gereja. Dia menuduh pemerintah Kelantan melakukan diskriminasi terhadap Kristen."Sebelumnya tak ada yang mengunjungi mereka (suku Temiar) sama sekali, tapi di saat kami mulai membangun gereja, pejabat jawatan keagamaan datang," katanya.Pemerintah setempat membangun sebuah balai komunitas untuk menggantikan gereja itu. Tapi, "Penduduk tak mau balai itu. Mereka mau gereja," kata Soo.| AP | IWANK
Dalam akun Twitter-nya, mantan Wakil Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim menulis "Harapan yang menggunung". Setelah melalui jalan panjang, akhirnya koalisi oposisi dideklarasikan secara resmi dengan logo bertulisan "HARAPAN", yang huruf "A" keempat berupa anak panah Arjuna- tokoh dalam kisah epik Mahabarata. Dengan pilihan ini, metamorfosis Pakatan Rakyat, partai oposisi Malaysia, membayangkan pemilihan umum yang akan datang sebagai arena perang melawan Karna, yakni Barisan Nasional- partai berkuasa sekarang.