Promosi Kesetaraan Gender, Kepala Sekolah di Swedia Pakai Gaun
Reporter
Non Koresponden
Editor
Eka Yudha Saputra
Rabu, 28 November 2018 07:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala sekolah di Swedia mengenakan gaun untuk menunjukkan toleransi dan kesetaraan gender di sekolah.
Henrik Theorin, 45 tahun, adalah kepala sekolah Hagaskolan di kota utara Swedia Umeå. Ia memakai cat kuku dan kadang-kadang gaun saat bekerja untuk menunjukkan toleransi dan kesetaraan.
Baca: Pemerintah Tunisia Siapkan RUU Kesetaraan Hak Waris, Apa Isinya?
"Saya ingin menunjukkan kepada murid bahwa tidak masalah bagi seorang pria untuk mengenakan gaun jika dia mau," kata Theorin kepada SVT, seperti dilansir dari Sputniknews, 27 November 2018.
"Saya yakin sangat penting untuk menunjukkan bahwa Anda terlihat persis seperti apa yang Anda rasakan," kata Theorin.
Baca: Islandia Negara Pertama Larang Upah Pria Lebih Tinggi dari Wanita
Meskipun dia mengaku tidak mengenakan pakaian perempuan setiap hari, dia menekankan bahwa idenya adalah untuk menunjukkan bahwa melanggar norma itu mungkin.
"Saya tidak percaya satu murid akan mendekati saya untuk mengatakan saya terlihat jelek," kata Theorin.
Theorin juga pernah menggunakan cat kuku di tempat kerja selama beberapa tahun. Cat kuku terinspirasi dari Fredrik Plahn, mantan kepala sekolah di Trollbäcken dan Tyresö.
Plahn menjadi tajuk berita utama Swedia pada tahun 2014, ketika dia mengaku berjalan di sekitar anak-anak dengan mengecat semua kukunya dengan warna pelangi untuk menantang norma ketimpangan gender.
Baca: Sekolah di Inggris Berlakukan Seragam Netral Gender
Hari ini, Fredrik Plahn adalah kepala sekolah di Botkyrka, yang diakui sebagai salah satu tempat paling beragam di Swedia, di mana imigran berjumlah hampir dari separuh penduduk.
"Saya hanya menerima reaksi positif. Orang di sekolah berpikir itu bagus," kata Theorin. Dia juga menambahkan bahwa sekolahnya bekerja aktif untuk mempromosikan sejumlah norma baru dan mencurahkan banyak perhatian pada nilai di kelasnya.
Aturan tidak tertulis tentang bagaimana kita seharusnya atau tidak dalam hal berpakaian mempengaruhi banyak orang secara negatif, kata Theorin.
Baca: Universitas Negeri di Jepang Akan Terima Mahasiswi Transgender
"Sayangnya, kita hidup dalam standar kita, dan orang-orang tidak berani melanggarnya. Seorang pria harus terlihat macho, memakai celana dan kemeja, seperti yang biasanya saya lakukan. Ini adalah pendapat kuno dan negatif, jika Anda bertanya kepada saya," ungkap Theorin kepada surat kabar Expressen.
Kepala sekolah itu berharap bahwa lebih banyak murid, tanpa memandang usia mereka, akan berani menantang diri mereka sendiri dan standar pakaian yang ada demi masyarakat yang lebih menerima dan terbuka untuk kesetaraan gender dan toleransi.