TEMPO.CO, Tunisia - Kabinet pemerintah Tunisia menyetujui rancangan hukum kesetaraan gender pada Jumat, 23 November 2018. Rancangan ini masih harus mendapatkan persetujuan di parlemen sebelum berlaku.
Baca:
Presiden Tunisia, Beji Caid Essebsi, mengusulkan rancangan UU itu pada Agustus 2017 pada saat memperingati Hari Perempuan.
Banyak kalangan Muslim berkeberatan dengan UU itu karena dianggap bertentangan dengan kita suci Al Quran. Menurut kitab suci, lelaki mewarisi dua bagian dibandingkan perempuan.
“Namun, Essebsi mengatakan warga negara harus mendapat pilihan untuk mengikuti UU Syariah dalam hukum waris jika mereka menginginkannya,” begitu dilansir situs Roya News dan Al Arabiya, pada Sabtu, 24 November 2018 waktu setempat.
Baca:
UU ini memberikan kesempatan bagi warga negara untuk mengikuti aturan konstitusi atau hukum Islam Syariah.
Menurut Essebsi, proposal UU itu didasarkan pada konsitusi Tunisia yang menyatakan bahwa Tunisia merupakan negara sipil dan berdasarkan pada tiga elemen yaitu kewarganegaraan, keinginan rakyat, dan kedaulatan hukum.
Baca:
Dia juga mengatakan konstitusi menyatakan hak dan kewajiban warga lelaki dan perempuan Tunia sama atau sejajar. Dan negara berkomitmen membela hak-hak perempuan dan bekerja untuk mendukung dan mengembangkannya.
Baca:
Essebsi telah membentuk sebuah Komite Kesetaraan dan Kebebasan pada Agustus 2017. Komite ini ditugaskan untuk mereformasi sistem legislasi Tunisia dan mengembangkan kebebasan di negara ini.
Menurut France24, ribuan warga Tunisia sempat memprotes rancangan UU kesetaraan itu pada 11 Agustus 2018. Mereka berunjuk rasa di depan parlemen Tunisia menolak rancangan ini, yang dianggap bertentangan dengan ajaran Islam. Protes ini diorganisasi oleh kelompok Koordinasi Nasional untuk Membela Al Qur’an.