Selain Jamal Khashoggi, Bos Intel Saudi Mengincar Pejabat Iran

Reporter

Tempo.co

Editor

Budi Riza

Rabu, 14 November 2018 09:19 WIB

Bekas Deputi Kepala Direktorat Intelijen Umum Arab Saudi, Mayor Jenderal Ahmed Al Assiri. The Times

TEMPO.CO, Riyadh – Bekas Deputi Kepala Direktorat Intelijen Umum Arab Saudi, Mayor Jenderal Ahmed al-Assiri, pernah menjajaki rencana pembunuhan pejabat tinggi militer Iran sebelum tersangkut skandal kasus pembunuhan kolumnis Washington Post, Jamal Khashoggi.

Baca:

Pembunuh Jamal Khashoggi Bilang 'Beritahu Bos Anda'

Al-Assiri, yang telah diberhentikan pada Oktober 2018 karena diduga memerintahkan pembunuhan Jamal Khashoggi, menanyakan kemungkinan dibuatnya rencana pembunuhan terhadap pemimpin pasukan elit Quds dari Korps Garda Revolusi Iran yaitu Qassim Suleimani.

Advertising
Advertising

Aljazeera, yang mengutip dari New York Times, melansir Al Assiri menjajaki rencana pembunuhan ini dengan pengusaha swasta bernama George Nader pada 2017. Nader pernah menjadi penasehat politik Putra Mahkota Uni Emirat Arab, Pangeran Mohammed Bin Zayed.

Nader, yang pernah divonis bersalah dalam kasus pedofilia, bertemu dengan Al Assiri di Riyadh, Arab Saudi. Dia menawarkan skenario menggoyang ekonomi Iran menggunakan jasa intelijen swasta. Nader meminta ongkos sekitar US$2 miliar atau sekitar Rp30 triliun untuk menjalankan rencana sabotase ekonomi Iran ini.

Baca:

Untuk menggolkan tawarannya ini, Nader disebut menemui Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed Bin Salman, dan sejumlah pejabat Gedung Putih, Amerika Serikat. Belum ada tanggapan dari pemerintah Arab Saudi terkait hal ini.

Nader mengajak rekannya yang bernama Joel Zamel, yang merupakan orang Israel dan pernah mendirikan perusahaan yang kemudian tutup Psy Group Intelligence. Perusahaan ini terkena investigasi FBI dan diduga melakukan manipulasi media untuk kepentingan kampanye Presiden dari kandidat Donald Trump 2016.

Komandan Pasukan Elit Quds dari Korps Garda Revolusi Iran, Soleimani. Fars News

Tiga orang sumber yang mengetahui pertemuan Nader dan Al Assiri bercerita pejabat intelijen dari Direktorat Intelijen Umum Arab Saudi itu bertanya apakah Nader juga melakukan operasi kinetik karena mereka ingin membunuh pejabat senior Iran. Operasi kinetik adalah operasi berbahaya berbentuk upaya pembunuhan.

Baca:

Nader, menurut sumber NYT, terkejut dengan permintaan ini dan mengaku akan mengontak pengacaranya. Belakangan, Nader mengatakan pengacaranya melarangnya terlibat dalam urusan pembunuhan itu.

“Nadel mengatakan kepada pejabat Saudi bahwa ada perusahaan jasa keamanan yang didirikan bekas anggota SAS di London yang mungkin berminat melakukan itu,” begitu dilansir Aljazeera mengutip pernyataan jurnalis Ronen Bergman dari NYT yang ikut menulis kisah ini.

Nama Mayor Jenderal Al Assiri, yang pernah menjadi juru bicara militer Arab Saudi dalam operasi militer di Yaman, muncul dalam kasus pembunuhan kolumnis Washington Post, Jamal Khashoggi. Dia diduga memerintahkan pengiriman regu pembunuh beranggotakan 15 orang ke Istanbul, Turki, untuk membunuh Jamal Khashoggi pada 2 Oktober 2018.

Baca:

Tim pembunuh ini diduga dipimpin oleh Maher Abdulaziz Mutreb, yang merupakan perwira intelijen militer Arab Saudi dan juga pengawal dari Putra Mahkota Saudi, Mohammed Bin Salman.

George Nader (kiri), yang merupakan seorang pengusaha Amerika keturunan Lebanon, berfoto bersama Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed Bin Salman. NY Times via Tech2

Pasca terungkapnya kasus ini, Al Assiri dicopot dari jabatannya. Pemerintah Saudi lalu membentuk sebuah komite untuk merombak Direktorat Intelijen Umum, yang dituding melakukan operasi ilegal melampaui kewenangannya. Otoritas Saudi juga menangkap 18 orang yang diduga terlibat pembunuhan Khashoggi.

Baca:

Menurut NYT, Nader dan Zamel merancang skenario sabotase ekonomi Iran sejak 2016. “Mereka merancang operasi seperti mengungkap aset tersembunyi dari pasukan Quds, membuat berbagai akun palsu sosial media dalam bahasa Farsi untuk menyebarkan keresahan di tengah masyarakat Iran, membiayai kelompok oposisi Iran, menyebarkan berbagai tudingan faktual dan fiktif terhadap tokoh Iran agar mereka saling bermusuhan,” begitu dilansir NYT.

Nader dan Zamel lalu mengajak Erik Prince, yang merupakan bekas pendiri Blackwater, yaitu perusahaan penyedia milisi dari AS dan juga anggota dari tim transisi Trump. Blackwater merupakan salah satu perusahaan jasa keamanan yang ikut mengirimkan pasukan milisi ke Irak saat invasi AS pada awal 2000an. Belakangan, keduanya menyadari Prince ternyata juga membuat skenario serupa untuk dijual kepada pemerintah Saudi.

Saat ini, kasus pembunuhan kolumnis Jamal Khashoggi masih terus diinvestigasi. Presiden AS, Donald Trump, telah meminta pemerintah Arab Saudi untuk segera mengungkap kasus ini dan menghukum semua pelaku. Dia juga menjanjikan sanksi keras kepada Saudi jika terbukti terlibat pembunuhan Jamal Khashoggi.

Berita terkait

Cara Kerja IMSI Catcher, Alat Sadap yang Diduga Diimpor oleh Mabes Polri dari Singapura

13 jam lalu

Cara Kerja IMSI Catcher, Alat Sadap yang Diduga Diimpor oleh Mabes Polri dari Singapura

Alat sadap IMSI Catcher berfungsi mengetahui lokasi seseorang lewat telepon seluler dengan cara intersepsi, metode yang lazim digunakan intelijen.

Baca Selengkapnya

Korea Selatan Tingkatkan Peringatan Terorisme di Kantor Diplomatiknya di Lima Negara

4 hari lalu

Korea Selatan Tingkatkan Peringatan Terorisme di Kantor Diplomatiknya di Lima Negara

Kementerian Luar Negeri Korea Selatan meningkatkan level kewaspadaan terorisme di kantor diplomatiknya di lima negara.

Baca Selengkapnya

Kepala Intelijen Mesir Pimpin Delegasi ke Israel, Khawatir Serangan Darat ke Rafah

9 hari lalu

Kepala Intelijen Mesir Pimpin Delegasi ke Israel, Khawatir Serangan Darat ke Rafah

Rencana serangan Israel ke Kota Rafah di Gaza yang berbatasan dengan Mesir dapat menimbulkan bencana bagi stabilitas regional

Baca Selengkapnya

Kisah SAVAK, Satuan Intelijen Iran yang Disebut Kejam dan Brutal

17 hari lalu

Kisah SAVAK, Satuan Intelijen Iran yang Disebut Kejam dan Brutal

Iran dikenal sebagai negara yang bergejolak. Suatu rezim menggunakan lembaga khusus untuk mengawasi dan membungkam oposisi

Baca Selengkapnya

Intel Kanada Temukan Campur Tangan Cina dalam Dua Pemilu

27 hari lalu

Intel Kanada Temukan Campur Tangan Cina dalam Dua Pemilu

Laporan Badan Intelijen Keamanan Kanada (CSIS) menemukan bahwa ada campur tangan Cina dalam dua pemilu terakhir di negara itu.

Baca Selengkapnya

Trump Dikabarkan Baru-baru Ini Berbicara dengan Mohammed bin Salman

32 hari lalu

Trump Dikabarkan Baru-baru Ini Berbicara dengan Mohammed bin Salman

Arab Saudi adalah tempat yang dikunjungi Trump setelah dilantik sebagai Presiden AS pada 2017.

Baca Selengkapnya

Curiga Mata-mata, Malaysia Menahan Laki-laki Asal Israel

37 hari lalu

Curiga Mata-mata, Malaysia Menahan Laki-laki Asal Israel

Seorang laki-laki berpaspor Israel ditahan Kepolisian Malaysia karena membawa senjata dan 200 butir peluru.

Baca Selengkapnya

Macron Sebut Intelijen Prancis Konfirmasi ISIS di Balik Serangan Konser Rusia

42 hari lalu

Macron Sebut Intelijen Prancis Konfirmasi ISIS di Balik Serangan Konser Rusia

Prancis bergabung dengan AS dengan mengatakan bahwa intelijennya mengindikasikan bahwa ISIS bertanggung jawab atas serangan di konser Rusia

Baca Selengkapnya

Ini Tugas dan Wewenang Mayjen TNI Yudi Abrimantyo Kabais TNI yang Baru

42 hari lalu

Ini Tugas dan Wewenang Mayjen TNI Yudi Abrimantyo Kabais TNI yang Baru

Mayjen TNI Yudi Abrimantyo ditunjuk sebagai Kabais YNI yang baru. Apa tugas dan wewenangnya?

Baca Selengkapnya

AS Konfirmasi Klaim ISIS atas Penembakan di Gedung Konser Moskow

44 hari lalu

AS Konfirmasi Klaim ISIS atas Penembakan di Gedung Konser Moskow

AS memiliki informasi intelijen yang mengonfirmasi klaim ISIS yang bertanggung jawab atas penembakan di gedung konser Moskow, Rusia

Baca Selengkapnya