Pemulangan Pengungsi Rohingya ke Myanmar Tanpa Libatkan PBB
Reporter
Terjemahan
Editor
Maria Rita Hasugian
Selasa, 3 Oktober 2017 10:23 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Myanmar setuju untuk mengambil kembali ratusan ribu pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari tindakan brutal militer ke Bangladesh dalam beberapa pekan terakhir. Setiap Rohingya yang menjadi pengungsi di Bangladesh akan diverifikasi oleh kelompok kerja gabungan tanpa melibatkan PBB.
Menteri Luar Negeri Bangladesh AH Mahmood Ali mengatakan bahwa Myanmar bersedia membawa lebih dari 500.000 Rohingya yang teraniaya tersebut setelah melakukan pembicaraan pada hari Senin, 2 Oktober 2017 dengan pejabat tinggi Myanmar, Kyaw Tint Swe di Dhaka, ibukota Bangladesh.
Baca: Bangladesh Kembalikan 500 Ribu Pengungsi Rohingya ke Myanmar
"Perundingan tersebut diadakan dalam suasana bersahabat, dan Myanmar telah membuat sebuah proposal untuk mengambil kembali pengungsi Rohingya. Apa yang Bangladesh katakan adalah bahwa kita ingin menyelesaikan masalah ini dengan damai dan kedua negara telah menyetujuinya," kata Ali.
Seperti yang dilansir Al Jazeera pada 3 Oktober 2017, Ali mengatakan kedua negara sepakat untuk membentuk kelompok kerja gabungan untuk mulai bekerja dalam pemulangan besar-besaran tersebut.
"Ini akan dilakukan sesuai kriteria yang disepakati pada tahun 1993, ketika puluhan ribu orang Rohingya dipulangkan," jelas Ali.
Menteri Bangladesh itu tidak memberikan jangka waktu untuk repatriasi dan tidak mengatakan apakah Myanmar juga akan membawa 300.000 pengungsi Rohingya yang melarikan diri ke Bangladesh selama kekerasan sebelumnya.
Baca: Pengungsi Rohingya Terus Meninggalkan Desa karena Tidak Aman
PBB mengatakan sebanyak 507.000 orang Rohingya telah lari ke Bangladesh sejak 25 Agustus 2017. Situasi ini dinilai sebagai keadaan darurat pengungsi yang paling cepat di dunia. PBB juga mengatakan Myanmar yang mayoritas beragama Buddha terlibat dalam pembersihan etnis terhadap sebagian besar minoritas Muslim Rohingya.
Myanmar membantah tudingan pembersihan etnis Rohingya dengan mengatakan bahwa pasukannya melancarkan serangan di utara negara bagian Rakhine sebagai tanggapan atas serangan gerilyawan Rohingya atau ARSA.
Myanmar mengatakan lebih dari 500 orang tewas dalam kekerasan terakhir, kebanyakan dari mereka adalah milisi ARSA.
Namun Myanmar tidak memberikan status kewarganegaraan terhadap Rohingya meskipun banyak yang telah tinggal di sana selama beberapa generasi. Myanmar menganggap Rohingya sebagai imigran ilegal dari Bangladesh.
AL JAZEERA|TELEGRAPH|YON DEMA