TEMPO.CO, Jakarta -Pupus sudah harapan Hambali, perancang Bom Bali 2002 untuk pulang ke kampungnya untuk menikah dan memiliki anak seperti permohonan pembebasan yang dia sampaikan pada sidang dewan review Teluk Guantanamo tahun lalu.
Hampir setahun sejak Hambali mengajukan permohonan bebas dari Guantanamo, muncul informasi pengadilan militer AS telah mengajukan 7 dakwaan terhadap Hambali yang dianggap melanggar hukum perang dan terorisme.
Siapa Hambali yang disebut sebagai perancang teror Bom Bali 2002? Hambali memiliki banyak nama di antaranya Riduan Isomuddin, Encep Nurjaman, Mizi, Azman, Alejandro Davidson Gonzalez, Hendrawan, Kahar, Muzabkar, Halim Osmann, Samsuri, dan Daniel Suarez Naveira.
Baca: AS Dakwa Hambali Melanggar Hukum Perang dan Terorisme
Ia lahir di Cianjur, 4 April 1964, Hambali lulus dari Sekolah Islam Allanah di Cianjur. Pada tahun 1985, ia pindah ke Malaysia untuk bekerja dan menikah dengan perempuan setempat.
Masuknya Hambali ke panggung ekstrimisme bermula ketika direkrut di masjid di Malaysia oleh Abdullah Sungkar. Ia menghadiri sesi belajar Islam dan ceramah dengan Abdullah Sungkar dan organisasinya selama kurang lebih enam bulan.
Ia menyebut istilah "dicuci otak" untuk menggambarkan pelajaran yang ia terima dan itu meyakinkan dia untuk menjadi teroris. Pada akhir masa belajarnya, pemimpin kelompok memilihnya untuk berlatih di Afghanistan.
Pada akhir 1986, ia melakukan perjalanan ke Peshawar, Pakistan. Dari sana, ia melakukan perjalanan ke Camp Sada di Afghanistan untuk mengikuti pelatihan. Ia di Afghanistan dan Pakistan selama kurang lebih satu setengah tahun, untuk mengikuti pelatihan dan bertempur dan kembali ke Malaysia pada tahun 1988.
Setelah kembali dari Afghanistan, ia melakukan perjalanan ke seluruh Asia Tenggara dan mempromosikan ekstremisme. Sepanjang tahun 1990, ia mengembangkan hubungannya antara Jemaah Islamiyah atau JI dan kelompok Islam lainnya.
Baca: Indonesia Tak Pernah Minta Hambali Dipulangkan
Pada pertengahan tahun 1991, Hambali melakukan perjalanan dari Malaysia ke Filipina untuk melakukan dakwah. Selama perjalanannya, ia mengunjungi camp Abu Bakar Front Pembebasan Islam Moro atau MILF. Pada pertengahan tahun 1997, ia dikirim oleh pimpinan Jemaah Islamiyah untuk bertemu dengan Rohingyan Solidaritas Organization atau RSO di Bangladesh untuk membahas kegiatan RSO.
Pada akhir tahun 1997, Hambali sekali lagi melakukan perjalanan ke Filipina untuk bertemu dengan anggota MILF, untuk meninjau kamp Abu Bakar. Tahun berikutnya, pelatihan JI dimulai di sana.
Awal 1998 Hambali ditunjuk sebagai pemimpin kelompok daerah JI, yang mencakup Malaysia dan Singapura. Pada pertengahan 1998, Hambali melakukan perjalanan lagi ke Thailand untuk bertemu dengan seseorang yang terkait dengan Jamaat Salafi. Tujuan kunjungan ini adalah untuk memperkenalkan JI dengan organisasi tersebut.
Pada awal 1999, Hambali melakukan perjalanan ke Kandahar, Afganistan, dan bertemu dengan Khalid Syaikh Muhammad, untuk membahas hubungan antara JI dan al-Qaeda, serta pembentukan pelatihan bagi anggota JI di Afghanistan.
Baca: Malaysia Minta AS Tidak Bebaskan Hambali
Pada pertengahan-1999, Hambali bertemu lagi dengan kepemimpinan Jamaat Salafi, kali ini untuk membahas kegiatan militan di Thailand. Pada September 1999, ia pergi ke Ambon, Indonesia, untuk mengumpulkan informasi untuk kepemimpinan JI mengenai konflik Islam-Kristen di Ambon, dan JI kemudian dikirim koperasi. Pada awal tahun 2000, ia kembali ke Kandahar.
Hambali mengunjungi anggota JI dari grup regionalnya yang melakukan pelatihan di sana dan juga bertemu dengan Abu Hafs al-Masri alias Muhammad Ati. Pada Desember 2000, ia berwisata bersama tahanan Faiz Bafana ke Manila. Mereka bertemu dengan pelaksana operasi JI, Fathur Rahman al-Ghozi, mengenai rencana penyerangan.
Setelah pemboman malam natal 2000 di Indonesia, Hambali menjadi buronan dan melarikan diri ke Malaysia dengan istrinya. Ia tiba di Kandahar melalui Karachi, Pakistan. Selama Agustus 2001, Hambali dan Yazid Sufaat pergi ke Karachi selama dua sampai tiga minggu untuk membeli peralatan laboratorium dan untuk mengunjungi saudaranya.
Mereka kembali ke Kandahar setelah serangan 11 September 2001. Pada bulan November 2001, tahanan dan istrinya meninggalkan Kandahar menuju Karachi, Pakistan. Mereka tinggal di wisma Abu Ahmad al-Kuwaiti selama dua minggu.
Selain itu, dia juga diyakini satu-satunya orang non-Arab yang duduk di dewan militer al-Qaeda dan secara luas dianggap memiliki andil dalam merencanakan serangan September 2001 ke AS.
Baca: Amerika Tahan 26 "Tahanan Siluman", Termasuk Hambali
Pada Desember 2001, Hambali dan istrinya berangkat Karachi menuju Thailand, melalui Sri Lanka. Di Thailand, Hambali bertemu dengan anggota Jamaah Salafi. Ia kemudian melanjutkan perjalanan ke Malaysia, tinggal selama satu atau dua minggu, dan kemudian menuju Indonesia untuk mendapatkan dokumen baru. Pada Januari 2002, ia telah bergabung kembali dengan istrinya di Thailand.
Pada September 2002, Hambali melakukan perjalanan ke Kamboja selama empat sampai lima bulan untuk mendapatkan dokumen palsu. Pada Februari atau Maret 2003, kembali ke Thailand dari Kamboja. Hambali ditangkap pada 14 Agustus 2003 di Thailand, melalui operasi gabungan Amerika Serikat-Thailand.
Setelah tertangkap di Thailand, Hambali dikirim ke Guantanamo pada 4 September 2006 dan masih di sana hingga saat ini.
Menurut Amerika, Hambali merupakan tahanan beresiko tinggi dan bernilai tinggi karena memiliki kedekatan dengan anggota senior al-Qaeda, memfasilitasi operasinya, dan dinilai bertanggung jawab atas beberapa pemboman di Asia Tenggara, termasuk bom Bali 12 Oktober 2002 yang menewaskan lebih dari 200 orang. Ia bertindak sebagai perencana operasional dalam beberapa serangan teroris. Ia memfasilitasinya dengan uang, personel, dan perlengkapan untuk al-Qaeda dan operasi JI.
GUARDIAN|WIKILEAKS|YON DEMA