Sisi Gelap Arab Saudi: Narkoba, Alkohol, dan Pesta Seks
Editor
Bobby Chandra
Rabu, 28 Oktober 2015 05:09 WIB
TEMPO.CO , Jakarta: Pangeran Saudi dan empat orang lainnya dilaporkan telah ditangkap di Libanon, Senin, 26 Oktober 2015, setelah pihak berwenang menemukan lebih dari dua ton obat-obatan terlarang, termasuk kokain dan amfetamin jenis Captagon, dalam peti yang dimuat di pesawat jet pribadinya.
Tetapi jika menjadikan rujukan sejarah sebagai penentu nasibnya, dapat dipastikan pangeran akan lolos dari hukuman. Perlu diketahui, para anggota keluarga kerajaan lain pernah melakukan hal yang sama dan diketahui bebas dari tuntutan hukum internasional penyelundupan narkoba di bawah perlindungan hukum di Riyadh.
BACA: Pangeran Arab Kepergok Bawa 2 Ton Narkoba di Pesawatnya
Laman Foreignpolicy menulis, pada 1999 Pangeran Arab Saudi Nayef bin Sultan bin Fawwaz Al Shaalan diduga menyelundupkan dua ton kokain dari Venezuela ke Prancis. Nayef dituduh Perancis menggunakan status diplomatiknya untuk memasukkan narkoba ke sebuah jet keluarga kerajaan Saudi.
Tetapi sang Pangeran berhasil lolos dari hukuman dan dihukum in absentia pada 2007. Kini ia telah tinggal di bawah naungan hukum di Arab Saudi. Amerika Serikat juga pernah mendakwa Pangeran Nayef dengan tuduhan melakukan konspirasi mendistribusikan kokain, hasilnya tidak jauh beda.
Pada 2010, situs pembocor dokumen rahasia, WikiLeaks, menggambarkan sebuah adegan pesta di ruangan bawah tanah kerajaan di Jeddah. Situs itu menggambarkan sebuah pesta Halloween, yang didanai sebagian oleh seorang pangeran dari keluarga Al Thunayan, di mana lebih dari 150 pria dan wanita muda.
Artikel Menarik:
Nasib Sial Mourinho Karena Dua Wanita Cantik?
Mourinho Terseruduk Kambing Hitamnya Sendiri
<!--more-->
Para undangan datang mengenakan kostum pesta dan mengkosumsi minuman alkohol berharga mahal, yang hanya dijual di pasar gelap Arab Saudi. "Meskipun tidak menyaksikan langsung acara ini, kokain dan ganja digunakan adalah umum di kalangan sosial (kerajaan)," kata bocoran Wikileaks.
Foreignpolicy mengatakan sanksi tegas untuk pelanggaran hukum syariah di Arab Saudi cenderung tidak berlaku bagi sekitar 15 ribu pangeran dan putri yang berasal dari Dinasti Saud. Sementara Riyadh tetap menerapkan eksekusi warga asing dan warga non-kerajaan yang melakukan pelanggaran. Bahkan tidak separah kejahatan narkoba.