Polisi menutup jalan ke lokasi tewasnya seorang pemuda Palestina yang ditembak setelah diduga sebagai pelaku penusukan warga Israel di Pisgat Zeev, Yerusalem, 12 Oktober 2015. Sebelumnya peristiwa penikaman juga terjadi pada 10 Oktober yang menambah ketegangan di Yerusalem Timur dan Tepi Barat. Israel menanggapi dengan meningkatkan langkah pengamanan. REUTERS/Ammar Awad
TEMPO.CO, Yerusalem - Pemerintah Israel memberi wewenang kepada polisi untuk menutup pemukiman Palestina di Yerusalem Timur pada Rabu,4 Oktober 2015. Pemerintah juga mengerahkan banyak tentara di jalan-jalan utama guna memerangi rentetan kekerasan yang terjadi di Israel, Yerusalem dan Tepi Barat dalam tahun ini.
Sebagaimana dilaporkan Reuters, pada pertemuan kabinet keamanan, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu juga berencana mencabut pencabutan hak tinggal warga Palestina yang dianggap melakukan aksi terorisme dan membongkar rumah warga Palestina yang melakukan serangan.
Kabinet juga menyetujui perluasan polisi nasional, penjaga ekstra pada angkutan umum dan penyebaran unit militer di daerah sensitif di sepanjang penghalang baja dan beton yang memisahkan kedua negara di Tepi Barat.
Dalam dua minggu terakhir, tujuh warga Israel dan 30 Palestina, termasuk anak-anak dan penyerang, terbunuh akibat penusukan, penembakan, penyerangan mobil.
Penyebab insiden beragam, tapi Palestina menyebut hal itu terjadi akibat peningkatan jumlah penduduk Yahudi di kompleks Masjid Al-Aqsa di Kota Tua Yerusalem, daerah yang dianggap suci baik oleh umat muslim maupun Yahudi.
"Ada frustrasi mendalam pada kegagalan upaya perdamaian, di mana Palestina tidak segera diakui status kenegaraannya dan ada pembangunan permukiman Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur selama berpuluh tahun," demikian dilaporkan Reuters.
Namun dengan banyaknya kekerasan sejak awal Oktober di Yerusalem Timur dan cara berpikir Israel yang menganggap seluruh Jerusalem sebagai bagian integral dari negara itu, ancaman untuk menutup lingkungan dianggap sebagai kebijakan yang dapat meningkatkan ketegangan.
Bahkan beberapa juru bicara urusan militer Israel mempertanyakan manfaat dari ancaman penutupan wilayah tersebut. Mereka mengatakan orang-orang yang bertekad untuk melakukan serangan masih akan menemukan cara untuk melakukannya, sedangkan taktik pemaksaan seperti itu dikatakan bisa menyulut kemarahan yang semakin besar.
Palestina diketahui menginginkan Yerusalem Timur sebagai ibukota negaranya, bersama dengan Gaza dan Tepi Barat. Sementara Israel melihat keseluruhan Yerusalem sebagai ibukota yang tak terbagi.
Terlepas dari ketegangan dua negara, Menteri Luar Negeri AS John Kerry mengatakan, dikutip dari Reuters, akan melakukan perjalanan ke wilayah tersebut untuk mencoba meredakan ketegangan.
"Saya akan segera pergi ke sana, tepat di beberapa titik, dan mencoba untuk kembali mengajak dan melihat apakah kita tidak bisa bergerak menjauhi keadaan berbahaya ini," kata Kerry.
Setelah lama tenggelam oleh berita Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dan sengkarut Timur Tengah, kisruh Palestina-Israel kini kembali menjadi pusat perhatian dunia. Setiap hari sejak 14 Juli, warga Palestina di Yerusalem Timur dan Tepi Barat berdemonstrasi menentang pemasangan detektor logam di pintu-pintu masuk ke kompleks Masjid Al-Aqsa (Al-Haram Al-Syarif). Palestina memandangnya sebagai upaya Israel untuk mengontrol tempat suci tersebut.