TEMPO.CO , Dorset: Dalam suatu kesempatan, Jackie Lindsey pergi ke luar rumah dengan kostum yang tak biasa. Dia menggunakan setelan berwarna perak yang menutupi seluruh tubuh dan wajahnya. Para tetangga sempat berpikir Lindsey adalah penangkap lebah. Namun, ternyata yang dia gunakan adalah cara Lindsey menghadapi alerginya terhadap listrik.
Jackie Lindsey, 50 tahun, mendiagnosis dirinya menderita Electromagnetic Hypersensitive (EHS) atau sensitif berlebihan terhadap gelombang elektromagnetik. Dia tak bisa di dekat-dekat orang yang menggunakan Wi-fi atau sinyal telepon seluler, atau dia akan merasakan syok anafilaksis. Reaksi alergi ini dapat mengancam jiwanya.
Baca juga:
Hotman Paris Ungkap Perilaku Janggal Putri Margriet
RESHUFFLE KABINET: SBY Dukung Langkah Presiden Jokowi
Karena kelainannya ini, Lindsey pun membuang semua produk yang menggunakan listrik dalam kehidupan sehari-harinya. Dia menggunakan lilin untuk penerangan dan gas untuk memasak atau menghangatkan makanan.
Setelan yang digunakan Lindsey untuk ke luar rumah dibuat dari benang perak yang ditenun menjadi kain. Kain ini merefleksikan medan magnet di sekelilingnya. Selain menggunakna kostum ini, Lindsey pun memanfaatkan alat yang disebut electromagnetic field testing device (EMF) atau peragkat yang dapat mengukur medan magnet di sekeliling.
Lindsey masih menjalani kehidupan normal sampai delapan tahun lalu. Suatu hari dia mengalami gejala neurologis berupa pusing-pusing, nyeri di matanya, dan mati rasa di bagian tangan. Namun, apa yang dirasakan Lindsey tak dapat dijelaskan secara medis. Sejumlah dokter dan rumah sakit yang ia datangi tak menemukan penyakit pada diri Lindsey.
Selanjutnya: melakukan penelitian
<!--more-->
Ia akhirnya melakukan penelitian sendiri dan menemukan dirinya menderita EHS. "Saya merasa lega ketika saya akhirnya tahu saya menderita EHS. Banyak penderita kehilangan teman dan keluarga karena mereka tidak dapat memahaminya dan berpikir orang tersebut telah gila,” kata Lindsey.
Takut berurusan dengan listrik, Lindsey kini tinggal di daerah pedesaan di Wimborne, Dorset, barat daya Inggris. Ia bahkan tak berani berbelanja kebutuhan karena takut terpengaruh lampu neon, alat pemindai harga, bahkan Wi-Fi. "Saya harus hidup dengan gas, yang berarti menunggu 12 jam untuk mendapatkan air panas, dan menggunakan lilin untuk penerangan,” katanya.
Dia menjual rumah lamanya karena dia dapat merasakan energi listrik dari tetangganya. Dalam pengakuannya, Lindsey mengaku lega dapat mengetahui apa yang dideritanya.
Baca juga:Hotman Paris Ungkap Perilaku Janggal Putri Margriet
"Saya lega dengan hasil penelitian saya. Itu masuk akal dengan semua gejala yang pernah saya alami hingga saya menderita bertahun-tahun," kata dia. Di sisi lain, dia merasa sedih karena merasa kehilangan segala sesuatu yang membuatnya merasa seperti manusia. "Saya tak bisa pergi berlibur dan saya sedih saat Natal dan festival tiba. Saya ingin bergabung tapi saya tak bisa."
Sarah Dacre, pendiri lembaga penderita ES di Inggris mengatakan gejala EHS sudah semakin umum. Ia mengatakan empat persen dari populasi Inggris mengalami masalah ini. Bahkan pada tingkat yang lebih parah seseorang akan bisa mengalami kejang saat ada orang menggunakan smartphone pada jarak 12 meter. “Gejala paling umum adalah sakit kepala, vertigo, sulit tidur, masalah pencernaan, ruam dan detak jantung tidak teratur,” katanya.
DAILY MAIL | NINIS CHAIRUNNISA | RAJU FEBRIAN
Berita Menarik:
Satu Keluarga di Pekanbaru Diduga Bergabung ke ISIS
Kisah Bocah Diduga Digergaji: Begini Pengakuan Si Ibu