Massa anti pemerintah membawa poster menolak keberadaan Thaksin Shinawatra dan keluarganya di pemerintahan saat mengikuti aksi menuntut PM Yingluck mundur di Bangkok, Thailand (9/12). (AP Photo/sakchai Lalit)
TEMPO.CO, Bangkok - Kementerian Luar Negeri Thailand telah mencabut dua paspor milik mantan Perdana Menteri yang digulingkan, Thaksin Shinawatra. Pencabutan tersebut dilakukan setelah ia memberikan wawancara yang dianggap menimbulkan risiko untuk keamanan nasional dan reputasi negara.
"Isi dari apa yang dikatakan Thaksin Shinawatra dalam sebuah wawancara mempengaruhi keamanan nasional serta reputasi dan kehormatan Thailand," kata kementerian itu seperti yang dilansir Reuters pada 27 Mei 2015.
Kementerian Luar Negeri Thailand juga mengatakan dalam pernyataan tersebut bahwa sebuah wawancara baru-baru ini telah membawa Thaksin dalam sebuah penyelidikan.
Tidak ada keterangan mengenai ancaman terhadap Thailand dari wawancara yang dilakukan Thaksin. Hanya menjelaskan bahwa Thaksin melanggar tiga bagian dari hukum pidana, termasuk salah satu yang berhubungan dengan menghina monarki, dan kejahatan informatika.
Minggu lalu Thaksin berbicara kepada media Korea Selatan tentang siapa yang dia pikir berada di balik kudeta militer tahun lalu. Pemerintah yang setia kepadanya dan dipimpin oleh adiknya, mantan perdana menteri Yingluck Shinawatra, digulingkan. Dia dicopot dari paspornya pada tahun 2009 tetapi adiknya, Yingluck Shinawatra memenangkan pemilihan dan menjadi Perdana Menteri tahun 2011.
Dulu Thaksin mengatakan ia membawa paspor Montenegro yang berbasis di Dubai. Tetapi ia sering melakukan perjalanan di Asia dan Eropa.
Thaksin tinggal di luar negeri untuk menghindari hukuman penjara yang dijatuhkan kepadanya atas tuduhan korupsi pada tahun 2008. Thaksin digulingkan dalam kudeta tahun 2006 tetapi tetap memiliki pengaruh besar atas politik Thailand.
Selama lebih dari satu dekade, politik Thailand telah terbagi dua, antara pendukung mantan pengusaha telekomunikasi, yang berbasis di pedesaan miskin, dan elit yang berbasis di Bangkok yang melihat Thaksin sebagai ancaman bagi kelompok royalis-militer tua.
Perdana Menteri Thailand Srettha Thavisin membahas cara mengatasi perpecahan politik dengan pendahulunya Prayuth Chan-ocha, arsitek kudeta 2014 terhadap pemerintahan terakhir Partai Pheu Thai.