Pelaku Bom Boston 'Dibela' Biarawati  

Reporter

Editor

Indah Pratiwi

Selasa, 12 Mei 2015 07:51 WIB

Sketsa wajah pelaku pemboman Boston Marathon Dzhokhar Tsarnaev, saat menjalani pra-sidang sebelum menjalani sidang pada Januari 2015 di Pengadilan federal, Boston, 18 Desember 2014. Tsarnaev menghadapi hukuman mati atas serangan bom saat event Boston Marathon pada 15 April 2013. REUTERS/Jane Collins

TEMPO.CO, Boston - Pelaku bom Boston, Dzhokhar Tsarnaev, mengaku menyesali ulahnya. Kepada seorang biarawati Katolik, suster Helen Prejean, ia menyatakan "tidak ada seorang pun yang layak menderita" karena perbuatannya.

"Dia mengatakan dengan tegas. Dia mengatakan tidak ada yang layak menderita seperti yang dialami korban bom itu," kata Prejean, yang juga aktivis di Ministry Against the Death Penalty dan pernah dinominasikan sebagai penerima penghargaan Nobel. "Ia benar-benar menyesal atas apa yang dia lakukan."

Prejean bersaksi di pengadilan atas permintaan pengacara Dzhokhar. Ia mengaku bertemu dengan Dzhokhar lima kali di penjara. "Saya berjalan di dalam ruangan dan memandang wajahnya dan saya ingat, 'Ya Tuhan, dia begitu muda'," ujarnya mengenang pertemuan pertamanya dengan Dzhokhar. "Saya merasa dia sangat menghormati saya, dan saya merasa cukup mudah membangun hubungan."

Juri di pengadilan federal Boston bulan lalu menyatakan pemuda 21 tahun ini bersalah karena membunuh tiga orang dan melukai 264 lainnya dalam dua serangan bom pada 15 April 2013. Akhir pekan ini, mereka akan mulai berunding apakah akan menjatuhkan hukuman mati dengan suntikan mematikan kepadanya atau penjara seumur hidup tanpa kemungkinan dibebaskan.

Sejak pengadilan digelar pada awal Maret, juri telah mendengar keterangan dari sekitar 150 saksi, termasuk orang tua yang kehilangan anak dalam serangan itu. Kesaksian keluarga Dzhokhar juga didengarkan.

Selama persidangan, jaksa berusaha menggambarkan Dzhokhar, yang beretnis Chechnya, sebagai penganut ideologi Islam militan Al-Qaeda. Ia dituding sengaja melakukan serangan "untuk menghukum Amerika" atas aksi militernya di negeri-negeri Islam.

Pengacara Dzhokhar berpendapat ia adalah "pemain sekunder" dalam aksi yang dirancang oleh sang kakak, Tamerlan Tsarnaev. Pemuda 26 tahun itu meninggal pada 19 April 2013, setelah adu tembak dengan polisi berakhir ketika Dzhokhar secara tidak sengaja menabraknya dengan kendaraan yang dicuri saat ia melesat pergi dari tempat kejadian. Beberapa jam sebelumnya, mereka menembak mati seorang petugas keamanan di sebuah universitas di kota itu.

Hukuman mati tidak populer di Boston. Undang-undang negara bagian pun tidak mengizinkan hukuman itu. Jajak pendapat menunjukkan warga lebih memilih Dzhokhar menjalani hukuman penjara seumur hidup.

John Oliver, sipir penjara dengan keamanan maksimum di Florence, Colorado, tempat Dzhokhar akan dikirim jika terhindar dari hukuman mati, mengatakan kepada juri kemarin bahwa Dzhokhar bisa menulis sebuah buku, menonton televisi, dan mendapatkan gelar sarjana selama di penjara. Jaksa dan pengacaranya dijadwalkan membacakan argumentasi penutup mereka pada Rabu, 13 Juni 2015, setelah satu hari istirahat.



REUTERS | INDAH P.

Berita terkait

Indonesia Sumbang 1,09 Persen Kasus Covid-19 Dunia

7 Februari 2021

Indonesia Sumbang 1,09 Persen Kasus Covid-19 Dunia

Indonesia saat ini menempati urutan ke-19 kasus sebaran Covid-19 dari 192 negara.

Baca Selengkapnya

Orient Riwu Kore Mengaku Ikut Pilkada Sabu Raijua karena Amanat Orang Tua

6 Februari 2021

Orient Riwu Kore Mengaku Ikut Pilkada Sabu Raijua karena Amanat Orang Tua

Bupati Sabu Raijua terpilih, Orient Riwu Kore, mengungkapkan alasannya mengikuti pemilihan kepala daerah 2020

Baca Selengkapnya

Tidak Lagi Jadi Presiden, Pemakzulan Donald Trump Tak Cukup Kuat

4 Februari 2021

Tidak Lagi Jadi Presiden, Pemakzulan Donald Trump Tak Cukup Kuat

Tim pengacara Donald Trump berkeras Senat tak cukup kuat punya otoritas untuk memakzulkan Trump karena dia sudah meninggalkan jabatan itu.

Baca Selengkapnya

Keluarga Korban Sriwijaya Air SJ 182 Diminta Tak Teken Release And Discharge

3 Februari 2021

Keluarga Korban Sriwijaya Air SJ 182 Diminta Tak Teken Release And Discharge

Pengacara keluarga korban Lion Air JT 610 meminta ahli waris korban Sriwijaya Air SJ 182 tidak meneken dokumen release and discharge atau R&D.

Baca Selengkapnya

Krisis Semikonduktor, Senator Amerika Desak Gedung Putih Turun Tangan

3 Februari 2021

Krisis Semikonduktor, Senator Amerika Desak Gedung Putih Turun Tangan

Pada 2019 grup otomotif menyumbang sekitar sepersepuluh dari pasar semikonduktor senilai 429 miliar dolar Amerika Serikat.

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat Longgarkan Aturan soal Imigran Suriah

30 Januari 2021

Amerika Serikat Longgarkan Aturan soal Imigran Suriah

Imigran dari Suriah mendapat kelonggaran aturan sehingga mereka bisa tinggal di Amerika Serikat dengan aman sampai September 2022.

Baca Selengkapnya

Tutorial Membuat Bom Ditemukan di Rumah Pelaku Kerusuhan US Capitol

30 Januari 2021

Tutorial Membuat Bom Ditemukan di Rumah Pelaku Kerusuhan US Capitol

Tutorial pembuatan bom ditemukan di rumah anggota kelompok ekstremis Proud Boys, Dominic Pezzola, yang didakwa terlibat dalam kerusuhan US Capitol

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat Kecam Pembebasan Pembunuh Jurnalis Oleh Pakistan

29 Januari 2021

Amerika Serikat Kecam Pembebasan Pembunuh Jurnalis Oleh Pakistan

Pemerintah Amerika Serikat mengecam pembebasan pembunuh jurnalis Wall Street, Journal Daniel Pearl, oleh Mahkamah Agung Pakistan.

Baca Selengkapnya

Amerika Serikat Izinkan Pensiunan Dokter Lakukan Vaksinasi Covid-19

29 Januari 2021

Amerika Serikat Izinkan Pensiunan Dokter Lakukan Vaksinasi Covid-19

Pemerintah Amerika Serikat kini mengizinkan dokter dan perawat yang sudah pensiun untuk memberikan suntikan vaksin Covid-19

Baca Selengkapnya

Jenderal Israel Minta Joe Biden Tidak Bawa AS Kembali Ke Perjanjian Nuklir Iran

27 Januari 2021

Jenderal Israel Minta Joe Biden Tidak Bawa AS Kembali Ke Perjanjian Nuklir Iran

Kepala Staf Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Letnan Jenderal Aviv Kochavi mengatakan hal yang salah jika AS kembali ke perjanjian nuklir Iran

Baca Selengkapnya