Roket serangan udara yang dilancarkan oleh koalisi Arab Saudi pada pemberontak Houthi mendarat disalah satu gedung di Sanaa, Yaman, 30 Maret 2015. Ini merupakan operasi 'Decisive Storm' untuk memerangi pemberontak Houthi. Sinan Yiter/Anadolu Agency/Getty Images
TEMPO.CO, Washington - Amerika Serikat berterima kasih kepada operasi militer koalisi sepuluh negara yang dipimpin Arab Saudi di Yaman. Operasi militer koalisi itu berperang melawan kelompok-kelompok ekstremis di Yaman.
John Boehner, Ketua DPR AS, mengatakan dalam sebuah pernyataan yang dikutip Sputniknews, "Kemitraan yang ramah dan bersejarah antara kami dan Arab Saudi adalah hal terpenting dari kepentingan Amerika di Timur Tengah." Pernyataan itu diucapkan John Boehner setelah bertemu para pejabat Saudi di Riyadh, Arab Saudi.
"Saudi tinggal di lingkungan yang sulit, tetapi mereka memiliki pemimpin yang kuat yang tidak memberikan ampun kepada kelompok ekstremis kekerasan dan negara-negara yang mendukung mereka," dia menambahkan.
Boehner hadir di Riyadh sebagai pemimpin delegasi Kongres AS setelah pasukan udara yang dipimpin Arab Saudi menyerang pemberontak Houthi di Yaman telah memasuki hari keenam. Boehner menyempatkan bertemu Menteri Pertahanan dan Menteri Dalam Negeri Arab Saudi untuk memuji serangan mereka terhadap Yaman.
"Kami menyampaikan apresiasi dan dukungan penuh atas upaya Saudi memimpin serangan untuk mengalahkan Houthi di Yaman," ujarnya.
Boehner menambahkan, delegasi AS sangat berterima kasih atas kesempatan untuk bertemu "di tengah hiruk pikuk persoalan". Mereka juga membahas isu-isu keamanan lainnya, termasuk soal Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) serta Iran.
Pada 25 Maret, koalisi sepuluh negara yang dipimpin Arab Saudi mulai menembakkan rudal udara ke target Houthi setelah Presiden Yaman yang digulingkan, Abd Rabbuh Mansur Al-Hadi, meminta bantuan. Arab Saudi juga tengah bergabung dengan koalisi pimpinan AS untuk memerangi ISIS.
Namun Amnesty International menyatakan koalisi pimpinan Saudi yang melakukan operasi militer di Yaman telah gagal mencegah timbulnya korban dari warga sipil. Puluhan warga sipil tewas, termasuk anak-anak, akibat serangan militer koalisi itu.