Militan ISIS memegang pisau berbicara dengan pria yang diduga sebagai jurnalis Amerika James Foley dalam video yang diunggah ke media sosial pada 19 Agustus 2014. Dalam video berjudul "A Message to America" ini nyawa James Foley berakhir dengan dipenggal. REUTERS/Social Media Website
TEMPO.CO, New York - Pembunuhan wartawan Amerika Serikat, James Foley, yang diduga dilakukan Negara Islam Irak dan Suriah--yang kini menyebut diri sebagai Negara Islam atau Daulah Islamiyah--setelah penculikannya di Suriah pada 2012 lalu membetot perhatian dunia. Fokus mereka berkaitan dengan bahaya meliput di suatu negara, terutama di negara konflik. (Pasangan Suami-Istri Wartawan Ditahan di Iran)
Mengutip laporan BBC, Kamis, 21 Agustus 2014, menurut Komite Perlindungan Wartawan (CPJ)--kelompok kebebasan pers yang bermarkas di New York, Suriah disebut sebagai tempat paling berbahaya di dunia bagi wartawan dalam lebih dua tahun ini.
Sedikitnya 69 wartawan telah tewas akibat melakukan liputan di Suriah sejak konflik di negara itu meletup pada 2011. Sebagian besar menjadi korban tembak-menembak atau ledakan. Sementara itu, paling tidak enam wartawan dipastikan secara sengaja dibunuh. (Baca: Timur Tengah Jadi 'Ladang Pembantaian' Wartawan)
Pembunuhan itu tak hanya memperlihatkan ihwal luasnya kekerasan di Suriah, tetapi juga betapa bahayanya tempat itu bagi para penyiar dan wartawan. (Baca: 5 Wartawan Ini Dihukum Kerja Paksa 10 Tahun)
Dalam video yang dirilis pada Selasa lalu terlihat seorang militan ISIS bertopeng hitam memenggal wartawan AS James Foley. Dalam video yang berlatar gurun tersebut, ISIS juga menyebut masih menyandera wartawan AS lainnya, yakni Steven Sotloff. (Baca: ISIS Rilis Video Pemenggalan Wartawan AS)