Petugas penyelamat dan mobil ambulans berkonvois saat mencari para korban serangan Israel di Shijaiyah, Gaza (24/7). Israel dan hamas sepakat untuk melakukan gencatan sementara selama 2 jam, setelah pertempuran yang berlangsung selama dua minggu lebih. AP/Khalil Hamra
TEMPO.CO, Gaza - Kepala Kemanusiaan di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Valerie Amos menyatakan keprihatinan yang amat sangat untuk situasi di Gaza. Terlebih saat Israel menyerang sekolah milik PBB di di Beit Hanoun, Jalur Gaza, dan menewaskan 16 orang. Kini 44 persen dari wilayah Gaza diberlakukan sebagai area "no-go" atau dilarang pergi oleh militer Israel.
"Ada sekitar 118 ribu orang yang berlindung di sekolah milik PBB. Saat ini mereka mulai kehabisan makanan. Keberadaan air juga harus diperhatikan secara serius. Ini mengerikan," kata Amos, seperti dilaporkan BBC News, Kamis, 24 Juli 2014. (Baca: Israel Serang Masjid, Sekolah, dan Rumah Sakit)
Selain kekurangan makanan, Rumah Sakit Shifa di Gaza, yang menjadi pusat pengobatan korban, juga melapor mulai kekurangan obat-obatan. Staf medis juga mulai kelelahan. Sejumlah rumah sakit juga mendesak agar tim medis asing, termasuk intensivist, ahli bedah syaraf dan ahli anestasi segera datang ke Gaza untuk memberikan bantuan.
Dalam 24 jam terakhir, Rumah Sakit Balsam di Gaza Utara juga telah diserang untuk kedua kalinya. Akibatnya, tiga rumah sakit di Gaza terpasa harus mengevakuasi pasien ke daerah yang lebih aman, seperti Rumah Sakit Nasser di Khan Younis, untuk melindungi para korban.
"Rumah sakit dilindungi oleh Konvensi Jenewa dan hukum humaniter internasional. Penghancuran bangunan dan serangan kepada staf medis adalah kejahatan perang," tulis Global Research, organisasi non-profit dibidang kemanusiaan, dalam situsnya, globalresearch.ca.