TEMPO.CO, Madrid - Puluhan ribu orang dari lebih 60 kota di Spanyol turun ke jalan pada Senin malam, 2 Juni 2014, untuk menuntut referendum mengenai masa depan monarki. Langkah ini dilakukan setelah Raja Juan Carlos mengumumkan rencananya untuk turun tahta dan menyerahkan kekuasaan kepada putranya, Pangeran Felipe.
Polisi memperkirakan lebih dari 20 ribu orang turun ke Alun-alun Puerta del Sol Madrid dan ribuan lainnya di Alun-alun Catalunya Barcelona. Unjuk rasa juga dilakukan di 30 kota di seluruh Eropa dan Amerika Latin.
Seruan untuk referendum juga didukung oleh beberapa petisi online. Hanya beberapa jam setelah pengumuman Raja, petisi telah ditandatangani oleh 113 ribu orang. Petisi mendesak partai politik Spanyol untuk memanfaatkan "kesempatan historis untuk mempromosikan debat publik yang akan membantu regenerasi demokrasi dan menentukan masa depan monarki."
Juan Carlos mengatakan ia mulai mempertimbangkan untuk mundur setelah ulang tahunnya yang ke-76 pada bulan Januari. Tentang anaknya, Felipe, dia meyakinkan rakyat Spanyol bahwa putra bungsunya itu "memiliki kematangan, kesiapan, dan rasa tanggung jawab yang diperlukan untuk mengambil gelar kepala negara dan memulai era harapan baru yang menggabungkan pengalaman dan semangat generasi baru." (Baca:Sebab Raja Spanyol Turun Takhta)
Merupakan salah satu raja yang paling populer di dunia, pemerintahan Juan Carlos belakangan digoyang oleh serangkaian skandal yang membuat popularitasnya jatuh. Sebuah jajak pendapat oleh El Mundo tahun lalu menyebutkan hampir dua pertiga rakyat Spanyol menyarankan Raja untuk turun tahta.
Mengambil tahta hanya dua hari setelah kematian Franco pada tahun 1975, Juan Carlos memenangkan simpati publik Spanyol dengan mengarahkan negara dari kediktatoran menuju demokrasi, termasuk menggagalkan upaya kudeta pada tahun 1981. Namun saat Spanyol jatuh ke dalam krisis keuangan, popularitas raja tenggelam. Apalagi setelah terungkap dia melakukan pesiar mewah ke Botswana untuk berburu gajah, hanya beberapa minggu setelah memberitahu wartawan bahwa ia begitu putus asa tentang tingginya angka pengangguran hingga ia mengalami susah tidur.
Citra Istana makin ternoda oleh penyelidikan korupsi atas Putri Cristina dan suaminya, Iñaki Urdangarin. Sebagian rakyat, terutama kaum muda Spanyol, mulai melihat raja sebagai bagian dari masalah Spanyol.
Media Spanyol berspekulasi bahwa pengumuman mundurnya Juan Carlos dilakukan menyusul hasil pemilu Eropa pekan lalu. Dalam pemilu itu, partai-partai anti-monarki memperoleh 20 persen suara. Partai-partai itulah yang selama ini lantang menyuarakan referendum.
Salah satu yang mengejutkan adalah kemenangan partai sayap kiri pendatang baru, Podemos, yang meraih lima kursi. Cayo Lara, yang memimpin koalisi Kiri, mengatakan itu adalah momen bagi rakyat untuk memutuskan apakah mereka ingin monarki atau republik. "Sungguh tak terbayangkan di abad ke-21 ini kita masih berbicara tentang hak darah untuk memerintah," katanya.
TELEGRAPH | INDAH P
Terpopuler:
Penggal Kepala Kucing, Gadis Cina Ini Dicaci
Seminggu Dibajak, Tanker Thailand Dibebaskan
Snowden Klaim Ajukan Suaka ke Brasil