(ki-ka) Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov, utusan PBB-Liga Arab untuk Suriah Lakhdar Brahimi, Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon, PBB Acting Direktur Jenderal Michael Moeller, dan Menteri Luar Negeri AS John Kerry menghadiri sidang paripurna pertemuan untuk mengakhiri krisis di Suriah di Montreux, Swiss (22/1). AP / Gary Cameron, Renang
TEMPO.CO, Jenewa –Pembicaraan putaran kedua antara pemerintah Suriah dan oposisi kembali digelar di Jenewa, Swiss. Namun, perundingan yang dimulai pada Senin, 10 Februari kemarin tampaknya sedikit tersendat saat memasuki hari ketiganya.
Rabu kemarin, 12 Februari 2014, menurut laporan Xinhua, terlihat adanya peningkatan pengaruh dari luar antara keduanya. Negosiasi ini sempat tertunda pada siang hari. Perundingan berlangsung alot. Kedua belah pihak terlihat bertahan pada posisi dan pendapat mereka masing-masing.
Pihak oposisi mengajukan 22 poin perundingan untuk memandu proses transisi di Suriah, kata Louay al-Safi, juru bicara delegasi oposisi. Poin-poin tersebut di antaranya pembentukan badan transisi, gencatan senjata, dan pembebasan tahanan.
Namun, pemerintah Suriah melalui Wakil Menteri Luar Negeri Suriah Faisal Makdad menegaskan bahwa kekerasan dan terorisme harus menjadi agenda utama.
Kedua pandangan berbeda inilah yang membuat Lakhdar Brahimi yang merupakan Utusan Khusus Liga Arab PBB yang bertindak sebagai mediator konferensi Jenewa II kebingungan. Brahimi mengusulkan kedua belah pihak untuk berunding dengannya secara sepihak sebelum akhirnya duduk bersama.