Mantan Perdana Menteri Israel Ariel Sharon menghadiri pertemuan dengan Presiden Israel Moshe Katsav di Yerusalem, 21 Februari 2005. REUTERS/David Furst
TEMPO.CO, Gaza - Kematian mantan Perdana Menteri Israel, Ariel Sharon, 86 tahun, menuai sumpah pedas dari Pejuang Palestina Hamas. Mereka menyebut Sharon sebagai tokoh kegelapan dan kematiannya sebagai bayaran yang pantas bagi pengungsi Palestina.
"Kami anggap kematiannya adalah bayaran yang sesuai atas kejahatan yang pernah ia lakukan terhadap rakyat Palestina," ujar Isra Almodallal, juru bicara Hamas, di Gaza, seperti dikutip situs berita CNN, Senin, 13 Januari 2014.
Menurut Almodallal, rakyat Palestina tidak akan pernah memaafkan mantan perdana menteri ke 11 Israel itu. Terutama atas dosanya membunuh ratusan pengungsi Palestina di Sabra dan Shatila saat perang Libanon berlangsung. "Kami tak akan pernah memaafkan Sharon atau yang lainnya," kata Almodallal.
Di kamp pengungsi Baddawi, kematian Ariel Sharon ditandai pejuang Hamas dengan tembakan panjang ke udara. "Mereka melakukan ini karena menganggap kematian Sharon adalah kematian seorang kriminal perang," ujar laporan yang dibuat oleh kantor berita Libanon, NNA.
Berikut Deretan Perdana Menteri Israel dengan Kebijakan yang Kontroversial
7 Juli 2023
Berikut Deretan Perdana Menteri Israel dengan Kebijakan yang Kontroversial
Israel kembali meluncurkan serangan masif pada 3 Juli lalu terhadap kamp pengungsi Jenin, yang merupakan markas militan Palestina di wilayah West Bank. Seperti dilansir dari laman reuters.com, serangan tersebut menewaskan 12 warga Palestina yang tewas akibat bentrok bersenjata dengan militer Israel.
Setelah lama tenggelam oleh berita Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dan sengkarut Timur Tengah, kisruh Palestina-Israel kini kembali menjadi pusat perhatian dunia. Setiap hari sejak 14 Juli, warga Palestina di Yerusalem Timur dan Tepi Barat berdemonstrasi menentang pemasangan detektor logam di pintu-pintu masuk ke kompleks Masjid Al-Aqsa (Al-Haram Al-Syarif). Palestina memandangnya sebagai upaya Israel untuk mengontrol tempat suci tersebut.