Seorang polisi anti huru-hara di atas kendaraan lapis baja yang dikelilingi pengunjukrasa anti-Mursi (depan) menembakkan peluru karet ke arah anggota Ikhawanul Muslimin dan para suporter Mohamed Mursi di sepanjang jalan Ramsis square, yang mengarah ke Tahrir Square, dalam bentrokan yang terjadi pada perayaan peringatan perang Mesir dengan Israel tahun 1973, di Kairo, Minggu (6/10). Setidaknya 50 orang tewas dan lebih dari 200 orang terluka. REUTERS/Amr Abdallah Dalsh
TEMPO.CO, Kairo – Sebuah mobil meledak di kompleks markas kepolisian di Delta Nir, Mesir. Bom yang meledak pada Selasa, 24 Desember 2013, ini menewaskan setidaknya 14 orang, termasuk 12 anggota polisi, dan melukai lebih dari 130 orang. Ini merupakan salah satu serangan mematikan sejak tentara menggulingkan Presiden Mohamed Mursi pada bulan Juli lalu.
"Kami menghadapi musuh yang tidak memiliki agama atau bangsa," kata Menteri Dalam Negeri, Mohamed Ibrahim, yang selamat dari upaya pembunuhan di Kairo pada bulan September lalu, saat mengunjungi lokasi ledakan, seperti dikutip Antara.
Serangan ini memicu kabinet mengeluarkan pernyataan yang mengatakan bahwa kelompok Ikhwanul Muslimin adalah organisasi teroris. Meskipun demikian, kabinet tidak menuduh secara eksplisit keterlibatan kelompok ini.
Ledakan ini menunjukkan pergerakan militansi ke Lembah Nil dari Jazirah Sinai, tempat serangan-serangan terjadi yang telah membunuh lebih dari 200 personel polisi sejak Juli lalu.
Adapun, serangan ini justru semakin meningkatkan tekad Mesir untuk terus membasmi terorisme. Satuan-satuan kepolisian akan dikerahkan ke seluruh penjuru negeri untuk membasmi teroris dengan menggunakan peluru tajam.
Mesir telah dilanda konflik internal dalam sejarah modernnya sejak tentara menggulingkan Mursi, presiden pertama Mesir yang dipilih secara demokratis pada 3 Juli setelah protes-protes besar terhadapnya.