Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. REUTERS/Amir Cohen
TEMPO.CO, Tel Aviv - Sebanyak 17 anggota koalisi dewan perwakilan Knesset, termasuk lima wakil menteri, meminta Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pada hari Minggu untuk tidak menyetujui kesepakatan yang akan mencakup penyerahan tanah apa pun untuk Otoritas Palestina.
Sebuah surat yang ditandatangani oleh mereka diserahkan kepada Netanyahu sebelum pertemuannya dengan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, John Kerry. Banyak pihak menilai surat itu mencerminkan kekhawatiran di Likud bahwa Netanyahu mungkin akan menyetujui kesepakatan dengan Palestina terkait wilayah pendudukan.
Wakil Menteri dari Partai Likud, Zeev Elkin, serta Wakil Menteri Danon dan Tzipi Hotovely berada di antara penandatangan. Juga Wakil Menteri Eli Ben Dahan dan Avi Wortzman dari Habayit Hayehudi.
"Dua puluh tahun setelah insiden Kesepakatan Oslo, kami menyerukan perdana menteri untuk tetap pada pendirian kita yang sudah jelas bahwa Israel tidak akan kembali ke Kesepakatan Oslo, dan tidak akan menyerahkan bagian lebih lanjut dari tanah air kita kepada otoritas Palestina," demikian cuplikan surat itu.
Surat itu diprakarsai oleh kepala lobi Israel di Knesset yang juga ketua koalisi Yariv Levin (partai Likud) dan Orit Strock dari Habayit Hayehudi.
Aktivis sayap kanan Likud kini jauh lebih vokal daripada sebelumnya dalam retorika mereka terhadap kemungkinan kesepakatan dengan Palestina. Pekan lalu, Channel 2 Israel melaporkan bahwa Danon mengancam untuk menggulingkan Netanyahu dari partai jika ia mempromosikan kesepakatan dengan Palestina. "Barangsiapa mempromosikan kesepakatan tersebut, maka dia tidak harus berada dalam Likud," katanya.
Setelah lama tenggelam oleh berita Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dan sengkarut Timur Tengah, kisruh Palestina-Israel kini kembali menjadi pusat perhatian dunia. Setiap hari sejak 14 Juli, warga Palestina di Yerusalem Timur dan Tepi Barat berdemonstrasi menentang pemasangan detektor logam di pintu-pintu masuk ke kompleks Masjid Al-Aqsa (Al-Haram Al-Syarif). Palestina memandangnya sebagai upaya Israel untuk mengontrol tempat suci tersebut.