TEMPO.CO, Washington - Tanpa banyak publikasi, Presiden Amerika Serikat Barack Obama dan Presiden Iran Hassan Rouhani ternyata saling berkirim surat. Keduanya telah menetapkan panggung untuk kemungkinan bertemu minggu depan di PBB. Jika rencana itu berjalan mulus, inilah pertama kalinya pemimpin Amerika Serikat bertemu dengan pemimpin Iran setelah revolusi Islam di negeri itu tahun 1979.
Tak hanya Obama-Rouhani yang dijadwalkan bertemu. Menteri Luar Negri Inggris William Hague juga dijadwalkan bertemu mitranya dari Iran, Mohammad Javad Zarif, pada pertemuan Sidang Umum PBB di New York. Selain bertemu Obama, dalam tweet berbahasa Inggris, Rouhani juga menyatakan kesediaannya bertemu Hague.
Rouhani, berpendidikan Barat, selama ini dianggap sebagai tokoh moderat, dan kabinet yang dibentuknya dianggap pragmatis. Ia diharapkan mampu membuka pintu untuk solusi diplomatik atas kebuntuan internasional terkait program nuklir Iran.
Tweet Rouhani sempat mengejutkan Kementerian Luar Negeri Inggris, yang tak menduga mendapat respons dari orang nomor satu Iran itu. "Kami akan senang untuk bertemu," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Inggris.
Para diplomat mengatakan bahwa tweet itu mencerminkan keinginan pemerintah Iran untuk membuat kemajuan diplomatik terkait masalah nuklir. Pertemuan Hague, baik dengan Rouhani atau Zarif, bisa membuka jalan untuk pemulihan hubungan diplomatik penuh, yang belum ada sejak Kedutaan Besar Inggris di Teheran digeledah oleh massa pada November 2011.
Dalam sebuah wawancara televisi yang disiarkan pada hari Minggu, Obama mengakui ada pembicaraan diplomatik dengan Iran. Bukan hanya atas masalah nuklir, tetapi juga terkait masalah Suriah. Dia menegaskan bahwa dirinya dan Rouhani telah "saling mengulurkan tangan" satu sama lain dengan saling berkirim surat.
Para pejabat Amerika skeptis tentang pertemuan itu. Namun beberapa pengamat mengatakan kesepakatan senjata kimia Suriah di Jenewa telah membuka ruang baru bagi diplomasi global.