TEMPO.CO, St Petersburg - Para pemimpin dunia yang hadir dalam pertemuan G20 di kota St Petersburg, Rusia, gagal menyatukan pendapat tentang rencana serangan militer Amerika Serikat terhadap Suriah. Sikap keras Amerika itu didasari tuduhan bahwa Suriah menggunakan senjata kimia terhadap kalangan oposisi. Untuk mendukung rencana itu, Presiden AS Barack Obama giat menggalang kekuatan internasional Di sisi lain, Rusia tegas menolak rencana Amerika tersebut.
Perbedaan pendapat itu terlihat sejak hari pertama pertemuan, Kamis, 5 September 2013. "G20 hanya menyelelesaikan sesi acara makan malam, selebihnya terjadi perbedaan pendapat mengenai Suriah," kicauan Perdana Menteri Italia Enrico Letta, yang turut dalam jamuan makan malam, melalui akun Twitter.
Rusia, sekutu Suriah, memimpin perlawanan terhadap rencana aksi militer AS bersama sekutunya untuk menggempur Suriah. Penguasa Suriah dituduh melakukan serangan kimia pada 21 Agustus 2013 di pinggiran Damaskus. Serangan kimia itu, menurut Washington, pantas mendapatkan serbuan militer karena memakan korban kurang lebih 1.400 orang.
Sementara itu, Cina, salah satu negara pemegang hak veto di Dewan Keamanan PBB, menyatakan bahwa solusi politik merupakan jalan terbaik untuk mengakhiri krisis Suriah. Pejabat senior Cina, Kamis, 5 September 2013, meminta para pemimpin dunia bersikap bijaksana. "Perang tidak bisa memecahkan masalah di Suriah," kata juru bicara delegasi Cina, Qin Gang, kepada wartawan dalam pertemuan G20.
Sekretrais Jenderal PBB, Ban Ki-moon, kepada para pemimpin negara di pertemuan G20 tersebut menegaskan bahwa aksi militer harus mengantongi dukungan Dewan Keamanan. "Mari kita ingat, setiap hari kita kehilangan satu hari ketika sejumlah orang tak berdosa tewas," kata sumber di PBB mengutip kalimat Ban. "Tidak ada solusi militer."
Paus Francis menyerukan agar konflik Suriah dicarikan solusi damai seraya menyatakan menentang solusi militer.
AL JAZEERA | CHOIRUL