TEMPO.CO, Kairo - Pasukan keamanan Mesir akhirnya menghancurkan kamp ribuan pendukung presiden terguling Islam pada Rabu. Hampir 200 orang tewas pada hari paling berdarah dalam beberapa dekade di negeri itu.
Namun, banyak pihak meragukan jumlah korban tewas 'hanya' sebanyak itu. Situs berita Reuters menduga, sekitar 235 orang tewas dalam aksi 'bersih-bersih' aparat keamanan itu. Kubu Ikhwanul Muslimin bahkan mengatakan jumlah korban tewas dari apa yang mereka sebut sebagai "pembantaian" itu jauh lebih tinggi dari angka resmi.
Sementara itu, puluhan jenazah terbungkus karpet dibawa ke kamar mayat darurat di dekat masjid Rabaa al-Adawiya. Penguasa yang didukung militer mengumumkan keadaan darurat selama satu bulan.
Menteri Dalam Negeri Mohamed Ibrahim mengatakan 43 polisi juga tewas dalam insiden itu. Pasukan keamanan sudah sepenuhnya membersihkan dua tempat aksi protes di ibukota Mesir itu dan menyatakan tidak akan mentolerir setiap aksi pendudukan.
Perdana Menteri Hazem el-Beblawi membela penggunaan kekuatan bersenjata dalam pembersihan itu, hal yang dikecam oleh Amerika Serikat dan pemerintah Uni Eropa. Ia mengatakan pemerintah tidak punya pilihan selain bertindak untuk mengakhiri "penyebaran anarki". "Kami menemukan bahwa hal-hal yang telah mencapai titik bahwa tidak ada negara yang menghargai diri sendiri bisa menerima hal ini," katanya dalam pidato televisi.
Pihak berwenang memberlakukan jam malam sejak senja hingga fajar di Kairo dan beberapa kota lain, termasuk Alexandria, kota kedua Mesir di pantai Mediterania.
Ribuan pendukung Mursi sebelumnya berkemah di dua lokasi utama di Kairo sejak sebelum presiden yang diusung Ikhwanul Muslimin ini digulingkan pada tanggal 3 Juli. Pendukungnya bersumpah untuk terus melakukan aksi protes sampai ia kembali berkuasa.
Menteri Luar Negeri AS John Kerry, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Catherine Ashton, dan Sekjen PBB Ban Ki-moon menyesalkan penggunaan kekerasan dan menyerukan keadaan darurat akan dicabut sesegera mungkin. Seorang pejabat AS mengatakan kepada Reuters bahwa Washington sedang mempertimbangkan membatalkan latihan militer bersama dua tahunan dengan Mesir.
REUTERS | TRIP B
Berita terkait
Mesir Blokir Situs Human Right Watch karena Rilis Penyiksaan Bui
8 September 2017
Mesir memblokir situs Human Rights Watch sehari setelah organisasi tersebut merilis laporan tentang penyiksaan sistematis di penjara negara itu
Baca SelengkapnyaMesir Pulangkan 2 Mahasiswa Indonesia Setelah Ditahan Satu Bulan
31 Agustus 2017
Pada 30 Agustus 2017, Kedutaan Besar RI di Kairo menerima informasi dari kantor pusat Imigrasi Mesir bahwa pemerintah Mesir menyetujui pemulangan.
Baca SelengkapnyaPPMI: Mesir Tahan 2 Mahasiswa Asal Sumatera Barat
10 Agustus 2017
Presiden Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia (PPMI) Mesir Pangeran Arsyad Ihsanul Haq mengatakan 2 mahasiswa Sumatera Barat ditahan polisi Mesir
Baca SelengkapnyaMesir Punya Pangkalan Militer Terbesar di Timur Tengah dan Afrika
24 Juli 2017
Pangkalan militer Mesir terbesar di Timur Tengah dan Afrika berlokasi di kota El Hammam, di sebelah barat Alexandria.
Baca SelengkapnyaBeri Anak Nama Asing, Orang Tua di Mesir Terancam Dibui
15 Juni 2017
Para orang tua di Mesir terancam dipenjara hingga enam bulan lamanya jika memberi nama asing atau Barat kepada bayi mereka.
Gerombolan Bertopeng Tembaki Bus Umat Kristen Koptik, 28 Tewas
27 Mei 2017
Gerombolan pria bersenjata, bertopeng, dan berseragam militer menyerang bus yang mengangkut umat Kristen Koptik Mesir, 23 orang tewas.
Baca SelengkapnyaTuduh Seorang Pendakwah Murtad, Rektor Al Azhar Dipecat
8 Mei 2017
Rektor Universitas Al-Azhar Ahmed Hosni Taha dipecat karena melabeli seorang pendakwah dengan istilah murtad
Baca SelengkapnyaMesir Membebaskan Pemimpin Ikhwanul Muslimin Hassan Malek
6 Mei 2017
Malek yang menjalani tahanan rumah sekjak Oktober 2015.
Baca SelengkapnyaMesir Menyambut Baik Zona Aman di Suriah Usulan Rusia
5 Mei 2017
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mendukung zona damai sebagaimana disampaikan Putin kepada Trump.
Baca SelengkapnyaSeniman Mesir Menulis Quran Terbesar di Dunia
4 Mei 2017
Saad Mohammed asal Mesir membutuhkan waktu tiga tahun untuk menulis Al Quran terbesar di dunia.
Baca Selengkapnya