Perdana Menteri Israel, Ehud Olmert (kanan) dan Menteri Luar Negeri Tzipi Livni saat rapat kabinet di Yerusalem (21/9). Dalam kesempatan ini Olmert mengumumkan pengunduran dirinya. (AP Photosl)
TEMPO.CO, New York - Bekas Perdana Menteri Israel, Ehud Olmert, Ahad, 28 April 2013, mengatakan, program nuklir Iran tidak mengalami kemajuan selama beberapa tahun ini. "Kalau dianggap sebagai ancaman, itu berlebihan," ujar Olmert seperti dikutip Ynet.
Berbicara dalam konferensi tahunan Yerusalem Post di New York, Amerika Serikat, Olmert menerangkan, "Iran dinilai telah melanggar garis merah seperti yang dikatakan oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu saat di PBB," kata Olmert.
Menurut Olmert, seperti dilaporkan oleh Ynet, menganggap program nuklir ancaman adalah "sesuatu yang berlebihan".
Mantan perdana menteri yang diturunkan di tengah jalan itu pernah mengatakan pada 2008 hingga akhir 2009, Iran akan memiliki kapasitas menerapkan program nuklir. "Saat itu kami memang serius. Tetapi, hingga pertengahan 2013, mereka masih belum melakukan apa-apa," ujarnya.
Meski demikian, tulis media online ini, Iran harus mempertimbangkan pernyataan Amerika Serikat bahwa negeri itu akan melakukan segala sesuatu guna memastikan Iran tak mencapai kemampuan mengembangkan nuklir.
Setelah lama tenggelam oleh berita Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dan sengkarut Timur Tengah, kisruh Palestina-Israel kini kembali menjadi pusat perhatian dunia. Setiap hari sejak 14 Juli, warga Palestina di Yerusalem Timur dan Tepi Barat berdemonstrasi menentang pemasangan detektor logam di pintu-pintu masuk ke kompleks Masjid Al-Aqsa (Al-Haram Al-Syarif). Palestina memandangnya sebagai upaya Israel untuk mengontrol tempat suci tersebut.