Greenpeace Tuntut ASEAN Terapkan Zero Deforestasi  

Reporter

Editor

Minggu, 25 Oktober 2009 14:12 WIB

TEMPO/Ramdani

TEMPO Interaktif, Hua Hin - Lembaga advokasi lingkungan global, Greenpeace, menuntut Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara mengambil posisi lebih tegas dalam usaha mitigasi perubahan iklim.

“Kesepuluh negara di kawasan ini harus setuju menerapkan kebijakan zero deforestasi untuk melindungi hutan,” kata penasehat politik Greenpeace untuk Asia Tenggara, Zelda Soriano

Zelda mengaku kecewa pernyataan bersama ASEAN soal perubahan iklim tidak memuat
angka-angka komitmen yang spesifik dalam penurunan emisi karbon. Dia menampik alasan
sejumlah pemimpin ASEANyang mengaku sengaja tidak menyebutkan angka konkret untuk mengamankan posisi negosiasi negara-negara berkembang dalam perundingan Kopenhagen, Desember depan. “Itu hanya alasan saja,” katanya keras.

ASEAN sendiri sudah memiliki Traktat Perlindungan Alam dan Sumber Daya Alam, yang ditandatangani pada 1995 silam. Selain itu ada juga sejumlah perjanjian dan deklarasi untuk konservasi alam. “Jadi, sebenarnya ASEAN tidak mulai dari nol dalam usahanya memitigasi perubahan iklim,” kata Zelda. Yang diperlukan saat ini, kata dia, adalah sebuah kerangka kerja regional untuk perlindungan alam dan pengurangan emisi karbon. “Kalau itu tidak ada, maka kebijakan nasional masing-masing negara di kawasan ini tidak akan berguna,” katanya.

Greenpeace sendiri siap bekerjasama dengan Sekretariat Asean untuk membantu merumuskan kebijakan regional untuk perubahan iklim. Selain itu, lembaga ini juga sudah menyiapkan usulan untuk pengembangan energi alternatif di kawasan. “Kami menolak penggunaan nuklir dan bahan bakar nabati (bio-fuel) sebagai alternatif,” katanya. Nuklir beresiko besar, sementara biofuel berbahaya untuk ketahanan pangan jangka panjang.

Sumber Tempo yang aktif dalam pembahasan di KTT Asean kali ini mengakui masih ada perbedaan sikap antar negara Asean soal perubahan iklim. Indonesia menolak jika pembakaran hutan dituding sebagai penyumbang terbesar emisi karbon. Sementara, sebagian negara lain, menolak skema perlindungan alam yang biayanya dibebankan pada negara maju. “Sebagian negara paham pentingnya membahas perubahan iklim, namun tidak sepakat pada solusinya, sementara sebagian yang lain masih berusaha memahami kenapa isu ini penting dibahas,” katanya.

Ketidaksamaan persepsi itu nampak dari sikap aparat keamanan Thailand yang membubarkan paksa unjukrasa Greenpeace di lokasi KTT Asean kemarin. Unjukrasa sepuluh orang berkaos hijau itu semula hendak mendorong bola dunia raksasa ke lokasi KTT Asean di Hotel Dusit Thani, Hua Hin.

WAHYU DHYATMIKA

Advertising
Advertising

Berita terkait

Terpopuler: Zulhas Revisi Permendag Barang Bawaan Impor, Teten Evaluasi Pernyataan Pejabatnya soal Warung Madura

1 hari lalu

Terpopuler: Zulhas Revisi Permendag Barang Bawaan Impor, Teten Evaluasi Pernyataan Pejabatnya soal Warung Madura

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan atau Zulhas merevisi lagi peraturan tentang barang bawaan impor penumpang warga Indonesia dari luar negeri.

Baca Selengkapnya

Gapki Tanggapi Target Pemerintah soal Pemutihan Lahan Sawit pada September 2024

1 hari lalu

Gapki Tanggapi Target Pemerintah soal Pemutihan Lahan Sawit pada September 2024

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia atau Gapki tanggapi soal target pemerintah menyelesaikan pemutihan hutan di lahan sawit September 2024.

Baca Selengkapnya

Sawit PT RAP Diduga Masuk Kawasan Hutan Kapuas Hulu

1 hari lalu

Sawit PT RAP Diduga Masuk Kawasan Hutan Kapuas Hulu

Perkebunan sawit PT Riau Agrotama Plantation (PT RAP), anak perusahaan Salim Group diduga merambah hutan Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.

Baca Selengkapnya

Kebun Sawit Anak Usaha Sinarmas Diduga Terabas Cagar Alam Kelautku Kalimantan Selatan

1 hari lalu

Kebun Sawit Anak Usaha Sinarmas Diduga Terabas Cagar Alam Kelautku Kalimantan Selatan

Kebun sawit PT SKIP Senakin Estate, anak usaha Sinarmas, diduga menerabas hutan Cagar Alam Kelautku, Kalimantan Selatan.

Baca Selengkapnya

Ratusan Ribu Hektare Sawit Ilegal Kalimantan Tengah akan Diputihkan, Dinas Perkebunan Mengaku Tidak Dilibatkan

1 hari lalu

Ratusan Ribu Hektare Sawit Ilegal Kalimantan Tengah akan Diputihkan, Dinas Perkebunan Mengaku Tidak Dilibatkan

Lebih dari separo lahan sawit di Kalimantan Tengah diduga berada dalam kawasan hutan. Pemerintah berencana melakukan pemutihan sawit ilegal.

Baca Selengkapnya

12 Ribu Kebun Darmex Group Diduga Terobos Kawasan Hutan Riau, Akan Diputihkan

1 hari lalu

12 Ribu Kebun Darmex Group Diduga Terobos Kawasan Hutan Riau, Akan Diputihkan

Riau menjadi provinsi dengan kebun sawit bermasalah paling luas di Indonesia. Berdasarkan catatan Greenpeace sekitar 1.231.614 hektare kebun kelapa sawit di Riau berada di kawasan hutan. Salah satu perusahaan kelapa sawit yang diduga melakukan perambahan kawasan hutan adalah PT Palma Satu, anak perusahaan Darmex Group.

Baca Selengkapnya

22 Ribu Hektare Lahan Sawit PT SCP Diduga Berada dalam Kawasan Hutan, Kerap Memicu Kebakaran

1 hari lalu

22 Ribu Hektare Lahan Sawit PT SCP Diduga Berada dalam Kawasan Hutan, Kerap Memicu Kebakaran

22 ribu hektare perkebunan sawit PT Suryamas Cipta Perkasa (PT SCP) masuk kawasan hutan hidrologis gambut di Kalimantan Tengah.

Baca Selengkapnya

Polemik Pemutihan Lahan Sawit Ilegal di Kawasan Hutan, Ini Penjelasan Menteri Airlangga

34 hari lalu

Polemik Pemutihan Lahan Sawit Ilegal di Kawasan Hutan, Ini Penjelasan Menteri Airlangga

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan alasan pemerintah memutihkan lahan sawit ilegal di kawasan hutan.

Baca Selengkapnya

365 Perusahaan Ajukan Pemutihan Lahan Sawit Ilegal di Kawasan Hutan

34 hari lalu

365 Perusahaan Ajukan Pemutihan Lahan Sawit Ilegal di Kawasan Hutan

Ratusan perusahaan pemilik lahan sawit ilegal di kawasan hutan mengajukan pemutihan.

Baca Selengkapnya

Pemutihan Lahan Sawit Ilegal Dipercepat, Target Rampung 30 September 2024

34 hari lalu

Pemutihan Lahan Sawit Ilegal Dipercepat, Target Rampung 30 September 2024

Pemerintah mempercepat program pemutihan lahan sawit ilegal di kawasan hutan. Ditargetkan selesai 30 September 2024.

Baca Selengkapnya