TEMPO.CO, Jakarta - Raut wajah Nelvia, 64 tahun, sumringah saat berdiri di depan Ruangan VIP Bandara Internasional Minangkabau (BIM) Padang Pariaman, pada Selasa, 15 Oktober 2024. Dia tampak tak sabar menunggu kepulangan anaknya Rina Mardiani, 33 tahun, dan 2 anaknya, yang berhasil dievakuasi dari Lebanon.
Sekitar pukul 08.30 pagi WIB pesawat Pelita Air mendarat di BIM. Nelvia langsung bersiap-siap melihat anaknya yang sudah tidak pulang selama 5 tahun itu. Suasana haru menyelimuti lokasi tersebut. Perempuan asal Baso Kabupaten Agam itu tak kuasa menahan kerinduannya dengan anaknya yang keempat itu. Nelvia langsung memeluk Rina beserta 2 anaknya saat baru saja turun dari mobil penjemputan.
"Saya tentu bahagia bisa bertemu dengan anak lagi. Awalnya sempat takut karena mendengar ada penyerangan di Lebanon,"katanya saat diwawancarai Tempo pada, Selasa 15 Oktober 2024.
Rina dan dua anak laki-laki nya dievakuasi pada gelombang delapan. Proses evakuasi menggunakan jalur darat yang melewati Damaskus lalu ke Yordania. Dari Yordania, baru terbang ke Indonesia menggunakan pesawat.
Rina menceritakan masih banyak WNI (yang memilih bertahan) di Lebanon, baik itu berlindung di kantor KBRI Beirut ataupun di rumahnya. Sebab KBRI pun memberikan pilihan untuk dievakuasi atau bertahan
Rina tinggal di Lebanon sejak 2018. Dia menikah dengan Mustafa Muhahal yang merupakan warga negara Lebanon pada 2016. Rina baru menyusul ke Lebanon setelah menyelesaikan kuliah di Jakarta.
Sejak dia tinggal di Beirut, Lebanon, pada 2018, baru kali ini terjadi serangan Israel yang besar-besaran. Sebab, pada umumnya serangan IDF atau angkatan bersenjata Israel hanya sampai Lebanon Selatan, tidak ke ibu kota.
"Kali ini eskalasinya cukup besar, tidak pernah saya rasakan sebelumnya," ujar Rina.
Rina menerangkan, saat masih tinggal di Lebanon beberapa hari yang lalu, serangan rudal Israel selalu terjadi setiap malamnya. Walhasil, Rina dan suami selalu waspada sampai pagi.
"Kalau sudah ada serangan di malam hari saya tidak bisa tidur lagi sampai pagi. Rata-rata serangannya selalu malam," katanya.
Pada awal-awal serangan Israel ke Lebanon, Rina masih bersikukuh tinggal. Namun semakin hari eskalasi serangan Israel semakin sengit. Ditambah, pernah ada rudal Israel yang dijatuhkan ke lokasi yang berjarak sekitar 5 sampai 10 menit dari rumahnya. Itu adalah jarak serangan yang paling dekat dari rumahnya.
"Jika serangan itu datang, rumah saya pasti akan bergetar hebat. Walaupun jaraknya cukup jauh," katanya.
Dampak serangan itu juga berpengaruh kepada 2 anaknya, Muhammad Muhahal dan Ahmad Muhahal. Mereka selalu ketakutan jika ada suara gemuruh. "Saat saya sampai di Jakarta kan hujan dan gemuruh, itu anak saya langsung lari ke belakang," kata Rina.
Sekarang paska-dievakuasi, rumah dijaga suami. Suaminya tidak mau dievakuasi ke Indonesia karena masih ada orang tua dan keluarga yang lainnya. Sebagian besar keluarga suami Rina sudah mengungsi ke wilayah perbukitan yang dirasa cukup aman. Pertimbangan suami tidak ikut evakuasi karena dia anak laki-laki satu-satunya di keluarga.
Dia juga akan mempertimbangkan untuk kembali ke Lebanon ,jika kondisi memang sudah kondusif. Selain Rina dan 2 orang anaknya, ada satu mahasiswa asal Sumatera Barat, Muhammad Luthfi Ahmadi, 23 tahun, yang juga berhasil dievakuasi dari Lebanon.
Pilihan editor: Lebih Dekat dengan UNIFIL, Pasukan Perdamaian PBB yang Diserang Israel Beberapa Kali
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini