TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengkritik pemerintahan Presiden Amerika Serikat Joe Biden karena "menahan senjata" ke Israel dalam beberapa bulan terakhir karena Israel terus melanjutkan perangnya di Gaza.
Netanyahu mengatakan dalam sebuah pernyataan video pada Selasa bahwa "tidak dapat dibayangkan" bahwa Amerika Serikat telah "menahan senjata dan amunisi ke Israel" dalam beberapa bulan terakhir.
"Menteri Luar [Negeri Antony] Blinken meyakinkan saya bahwa pemerintah bekerja siang dan malam untuk menghilangkan hambatan-hambatan ini. Saya tentu saja berharap demikian. Seharusnya memang demikian," kata Netanyahu, mengacu pada pembicaraan yang dilakukan diplomat tinggi AS di negara itu minggu lalu.
Washington memberikan bantuan militer sebesar $3,8 milyar kepada Israel setiap tahunnya, dan pada April, Biden menandatangani sebuah undang-undang yang memberikan sekutu AS tersebut bantuan tambahan sebesar $17 milyar di tengah-tengah perang Israel di Gaza.
Biden dan para pembantu utamanya sering menekankan komitmen mereka terhadap Israel, namun bulan lalu Washington mengkonfirmasi bahwa bulan lalu mereka telah menghentikan satu pengiriman bom seberat 900 kg kepada militer Israel karena kekhawatiran akan jatuhnya korban sipil dalam serangan Israel ke Rafah di Gaza selatan.
Sejak saat itu, pemerintahan Biden telah mengesahkan penjualan senjata lebih lanjut ke Israel, menurut laporan media AS, termasuk sebuah paket senilai $1 miliar bulan lalu.
Washington Post juga melaporkan pada Senin bahwa pemerintahan Biden menekan para anggota parlemen dari Partai Demokrat untuk menyetujui penjualan 50 jet tempur F-15 senilai $18 miliar kepada Israel.
Berbicara kepada wartawan pada Selasa, Blinken menekankan bahwa AS berkomitmen terhadap keamanan Israel dan terus melakukan transfer senjata ke Israel melalui sistemnya secara "teratur". Namun dia mengatakan bahwa larangan terhadap bom-bom berat tetap berlaku.
"Kami, seperti yang Anda ketahui, terus meninjau satu pengiriman yang telah dibicarakan oleh Presiden Biden terkait bom seberat 2.000 pon karena kekhawatiran kami tentang penggunaannya di daerah padat penduduk seperti Rafah," kata Blinken. "Hal itu masih dalam peninjauan. Namun, semua hal lainnya berjalan seperti biasanya."
Gedung Putih juga membantah klaim Netanyahu bahwa AS telah menahan senjata ke Israel selama berbulan-bulan, dan menekankan bahwa AS hanya menghentikan satu pengiriman bom.
"Kami benar-benar tidak tahu apa yang dia bicarakan. Ada satu pengiriman amunisi yang dihentikan sementara," kata juru bicara Gedung Putih Karine Jean-Pierre kepada para wartawan. "Kami terus melakukan diskusi konstruktif dengan Israel untuk pembebasan pengiriman tersebut... Tidak ada jeda lain - tidak ada."
Tekanan Internasional
Pemerintahan Biden telah menghadapi tekanan untuk menghentikan bantuan militernya kepada Israel karena meningkatnya laporan pelanggaran Israel di Gaza, termasuk tuduhan penargetan infrastruktur sipil, penggunaan kelaparan sebagai senjata perang dan penyiksaan terhadap para tahanan.
Setelah berbulan-bulan memberikan dukungan yang kuat, Biden tampaknya menarik garis merah untuk Israel pada bulan Mei, memperingatkan negara itu agar tidak menyerang Rafah. Dia mengatakan kepada CNN bahwa AS tidak akan menyediakan bom dan artileri untuk digunakan dalam serangan besar Israel di kota Gaza selatan yang padat.
Israel melancarkan serangannya ke Rafah pada bulan Mei meskipun ada peringatan dari AS dan internasional, membuat ratusan ribu warga Palestina mengungsi - banyak di antara mereka yang telah mengungsi ke daerah lain di Gaza.
Ketika pasukan Israel terus melakukan serangan di Rafah, pemerintahan Biden mengatakan bahwa serangan militer tersebut tidak termasuk dalam operasi "besar".
"Kami masih belum melihat mereka meluncurkan apa yang tampak seperti operasi militer besar berskala penuh - tentu saja tidak dalam ukuran, ruang lingkup, atau skala operasi di Khan Younis, di Kota Gaza, di tempat lain di Gaza. Ini merupakan operasi yang lebih terbatas," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Matthew Miller, pekan lalu.
AL JAZEERA
Pilihan Editor: Media: PM Belanda Rutte Akan Gantikan Stoltenberg sebagai Kepala NATO