TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pertahanan Amerika Serikat atau Pentagon menyatakan rencana Presiden Joe Biden untuk membangun pelabuhan terapung militer untuk mempercepat bantuan ke Gaza memerlukan waktu hingga 60 hari. Kurun waktu ini diperlukan meski melibatkan lebih dari 1.000 tentara Amerika, kata Pentagon pada Jumat.
Pentagon memberikan garis waktunya sehari setelah Biden mengumumkan inisiatif tersebut dalam pidato kenegaraannya. Biden berusaha meredakan kemarahan pendukung Partai Demokrat atas dukungannya yang kuat terhadap serangan Israel di Gaza sejak 7 Oktober yang telah menewaskan hampir 31.000 warga Palestina, mayoritas anak-anak dan perempuan hingga Sabtu 9 Maret 2024.
Mayor Jenderal Angkatan Udara Patrick Ryder, juru bicara utama Pentagon, menggambarkan perencanaan sistem pelabuhan tersebut masih dalam tahap awal, dan perintah penempatan baru mulai diberikan kepada pasukan yang akan menuju ke Timur Tengah.
Pentagon mengatakan pihaknya juga belum menentukan secara pasti bagaimana lokasi pendaratan sistem pelabuhan terapung itu akan diamankan dari segala ancaman dan mengatakan pihaknya sedang berdiskusi dengan mitra termasuk Israel.
Ketika ditanya apakah Pentagon mengantisipasi sistem pelabuhan itu akan menjadi sasaran kelompok militan Palestina Hamas, yang oleh AS disebut sebagai organisasi teroris, Ryder berkata: “Itu tentu saja sebuah risiko.”
“Tetapi jika Hamas benar-benar peduli terhadap rakyat Palestina, sekali lagi, kita berharap misi internasional untuk menyalurkan bantuan kepada orang-orang yang membutuhkan ini dapat terlaksana tanpa hambatan,” kata Ryder.
Namun, sebagai tanda bahwa keamanan menjadi perhatian, Ryder mengatakan tidak ada pasukan AS yang akan memasuki Gaza, bahkan untuk sementara, untuk menyelesaikan pembangunan pelabuhan.
Sistem pelabuhan AS yang direncanakan untuk Gaza melibatkan dua komponen terpisah, yang pertama adalah pembangunan tongkang terapung lepas pantai yang dapat menerima pengiriman bantuan.
Militer AS kemudian akan memindahkan bantuan dari sana ke jalan lintas terapung sepanjang 550 meter yang berlabuh di pantai.
Setelah beroperasi, sistem pelabuhan akan memungkinkan pengiriman sekitar 2 juta makanan ke warga Gaza setiap hari, kata Ryder.
Sebagai perbandingan, militer AS telah mengirimkan total sekitar 124.000 makanan selama empat kali pengiriman udara dalam seminggu terakhir. Pengiriman udara terbaru pada Jumat mengirimkan sekitar 11.500 makanan, kata militer AS.
PBB telah memperingatkan bahwa kelaparan yang meluas di Jalur Gaza “hampir tidak dapat dihindari” jika tidak ada tindakan segera. Kesimpulan resmi bahwa kelaparan telah melanda wilayah pesisir berpenduduk 2,3 juta orang itu mungkin akan terjadi minggu depan.
PBB mengatakan bahwa ketika kelaparan diumumkan, maka sudah terlambat untuk membantu banyak orang.
“Anak-anak di Gaza tidak sabar untuk makan. Mereka sudah sekarat karena kekurangan gizi dan menyelamatkan nyawa mereka hanya dalam hitungan jam atau hari – bukan minggu,” kata Jason Lee dari Save the Children.
Beberapa anggota parlemen AS dan organisasi bantuan mengatakan sistem dermaga terapung menutupi masalah yang lebih besar: kegagalan pemerintah Israel untuk mengizinkan lebih banyak bantuan masuk ke Gaza melalui jalur darat, yang merupakan pilihan tercepat dan paling efisien.
“Ini bukan masalah logistik; ini masalah politik,” kata Avril Benoît, direktur eksekutif Médecins Sans Frontières (Dokter Lintas Batas) di Amerika Serikat.
“Daripada mengandalkan militer AS untuk mencari solusi, AS harus mendesak akses kemanusiaan segera dengan menggunakan jalan dan titik masuk yang sudah ada.”