TEMPO.CO, Jakarta - Seorang pria New Jersey, AS, yang ditangkap di Kenya didakwa mencoba membantu kelompok militan al Shabaab, kata Departemen Kehakiman Amerika Serikat, yang menuduh dia termotivasi oleh serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 terhadap Israel untuk melakukan kekerasan.
Penangkapan tersebut terjadi di tengah meningkatnya insiden antisemitisme dan Islamofobia setelah perang Israel-Hamas, yang telah menaikkan tingkat ancaman teror di Amerika Serikat.
Karrem Nasr, seorang warga negara AS yang pindah dari New Jersey ke Mesir sekitar bulan Juli 2023, ditahan di Nairobi pada 14 Desember 2023 dan dibawa ke AS pada hari Kamis, kata Departemen Kehakiman dalam sebuah pernyataan, Jumat, 29 Desember 2023.
Pria berusia 23 tahun itu didakwa "mencoba memberikan dukungan material kepada organisasi teroris asing," yang dapat dijatuhi hukuman maksimal 20 tahun penjara, menurut jaksa.
Amerika Serikat menetapkan al Shabaab sebagai “organisasi teroris asing.” Al Shabaab, yang berbasis di Somalia dan terlibat perang melawan pemerintah, berafiliasi dengan Al Qaeda.
“Seperti yang dituduhkan, Karrem Nasr, termotivasi oleh serangan teroris keji yang dilakukan oleh Hamas pada 7 Oktober, mengabdikan dirinya untuk melancarkan kekerasan melawan Amerika dan sekutunya,” kata Jaksa AS Damian Williams.
Nasr melakukan perjalanan dari Mesir ke Kenya "bertekad untuk bergabung dan berlatih bersama al Shabaab," kata jaksa.
Dalam komunikasi yang dipertukarkan dengan sumber rahasia FBI dan postingan online, Nasr menyatakan bahwa dia telah berpikir untuk "terlibat dalam 'jihad' sejak lama, dan dia terutama termotivasi untuk menjadi seorang jihadi pada tanggal 7 Oktober 2023 serangan teroris Hamas di Israel," kata jaksa.
Nasr mengambil langkah untuk bergabung dan menerima pelatihan dari al Shabaab, berencana bertemu dengan anggota organisasi tersebut di Kenya untuk perjalanan lebih lanjut ke Somalia bergabung dengan kelompok tersebut, kata Departemen Kehakiman. Dia ditahan oleh pihak berwenang Kenya.
Tidak jelas apakah Nasr mempunyai perwakilan hukum.
Departemen Kehakiman mengatakan pihaknya memantau meningkatnya ancaman terhadap orang-orang Yahudi dan Muslim di Amerika Serikat karena meningkatnya tingkat antisemitisme dan Islamofobia terkait dengan perang di Timur Tengah.
Pada awal Desember, Direktur FBI Christopher Wray mengatakan tingkat ancaman begitu tinggi sehingga ia melihat “lampu berkedip di mana-mana.”
REUTERS
Pilihan Editor Kisah Kain Kafan Bertuliskan 'Hidupku, Mataku, Jiwaku' di Gaza