Ratu kecantikan mengungsi
Ketika militer merebut kekuasaan, Han Lay yang berusia 23 tahun adalah seorang model yang akan mengikuti kontes kecantikan internasional di Thailand.
Setelah bersama teman-temannya ikut demo, dia memutuskan menggunakan platformnya untuk berbicara tentang Myanmar. Malam sebelumnya, dia tidak bisa tidur karena kegembiraan dan kekhawatiran, katanya.
Di atas panggung, dia menahan air mata saat berbicara tentang kekerasan militer pada hari ketika lebih dari 140 demonstran tewas. Klip itu menjadi viral.
Di Myanmar, militer menuduhnya menghasut.
Dia ditahan di bandara di Bangkok selama beberapa hari, memohon di media sosial untuk tidak dikirim kembali ke Myanmar.
Akhirnya dia terbang ke Kanada dan menetap di Ontario, di mana dia tinggal bersama keluarga Burma-Kanada, pengungsi dari pemberontakan demokrasi 1988 yang juga dihancurkan oleh militer.
Dia mengaku kesepian ketika pertama kali tiba tetapi menyesuaikan diri.
“Saya lahir di Myanmar, dan keluarga saya, teman-teman saya, dan masa depan saya, semuanya (ada) di Myanmar… Saya tidak memiliki kesempatan untuk bertemu mereka, saya merindukan mereka setiap hari,” katanya.
Guru di pengasingan
Seorang guru yang bergabung dengan Gerakan Pembangkangan Sipil (CDM) di Myanmar, merenda di lokasi yang dirahasiakan, di Thailand, 28 Januari 2023. REUTERS/Staff
Seorang guru sekolah menengah mengungsi di kota perbatasan Thailand karena menghindari penangkapan di Myanmar tahun lalu. Wanita kurus dengan rambut hitam panjang itu bergabung dengan gerakan pembangkangan sipil (CDM) yang muncul setelah kudeta. Dia meminta untuk tidak disebutkan namanya, karena takut pembalasan militer.
“Saya tahu bahwa hidup saya akan menjadi sulit jika saya bergabung dengan CDM,” katanya. “Tapi jika kita tidak memberontak, masa depan kita tidak akan baik-baik saja.”
Dia bergabung dengan protes jalanan mengenakan seragam guru hijau dan putihnya, dan meninggalkan negara itu setelah tindakan keras tersebut.
Seperti banyak pengungsi Myanmar di Thailand, dia tidak berdokumen dan hidup dalam ketakutan akan penangkapan.
Dia mencari nafkah dengan merajut tas dan pakaian, berpenghasilan kurang dari $10 seminggu, dan bergantung pada sumbangan makanan dari pemerintah sipil paralel.
“Saya akan menjadi CDM-er sampai akhir,” katanya. “Seseorang perlu melewati saat-saat baik dan buruk."
Seragam hijau-putihnya aman di Myanmar, katanya, disimpan dengan rapi, kalau-kalau dia kembali. Entah kapan.
REUTERS