Itu sekitar seminggu sebelum hidupnya berubah menjadi mimpi buruk, katanya.
Dia mengatakan Taliban memerintahkan bos di Tolo News untuk membuat ketentuan bahwa semua wanita harus mengenakan jilbab tetapi membiarkan wajah tidak tertutup, serta melarang wanita menjadi pembaca berita di stasiun lain.
Dia mengatakan kelompok Islam itu juga meminta media lokal untuk berhenti memberitakan tentang pengambilalihan dan kekuasaan mereka.
"Bila Anda tidak bisa (bahkan) mengajukan pertanyaan dengan mudah, bagaimana Anda bisa menjadi jurnalis," kata Arghand.
Banyak rekannya telah pergi ke luar negeri pada saat itu meskipun Taliban menjamin kebebasan pers dan perempuan akan memiliki akses ke pendidikan dan pekerjaan.
Dia akhirnya memutuskan meninggalkan Afghanistan bersama ibu dan saudaranya. Mereka bergabung dengan puluhan ribu orang asing dan warga Afghanistan dalam evakuasi kacau yang dipimpin AS.
"Saya menelepon Malala dan bertanya apakah dia bisa melakukan sesuatu untuk saya," katanya. Dia mengatakan Malala Yousafzai, yang pernah dia wawancarai, membantu memasukkannya ke dalam daftar pengungsi Qatar.
Yousafzai, yang telah berbicara tentang keprihatinannya terhadap keselamatan perempuan dan anak perempuan khususnya setelah pengambilalihan itu, selamat dari tembakan oleh seorang pria bersenjata Taliban Pakistan pada 2012, setelah dia berkampanye melawan pembatasan pendidikan bagi perempuan.
Arghand mengatakan dia menyadari betapa dia mencintai negaranya Afghanistan dan profesi yang dia pilih. "Ketika saya duduk di pesawat, saya berkata pada diri sendiri bahwa sekarang Anda tidak punya apa-apa," katanya.
REUTERS | BBC