TEMPO.CO, Niamey - Sebanyak 44 imigran, termasuk bayi, tewas karena dehidrasi saat kendaraan mereka mogok di Gurun Sahara, Niger. Menurut pejabat di Niger, Kamis, 1 Juni 2017, para imigran tersebut sedang menuju ke Libya.
"Sebagian besar imigran yang meninggal berasal dari Ghana," kata petugas di wilayah Dirkou, Bachir Manzo, kepada AP.
Manzo mengungkapkan, dari 44 yang meninggal, tiga di antaranya bayi, dua anak, dan 17 orang wanita. "Sebanyak enam orang selamat dan dirawat di pusat imigran Dirkou," katanya.
Niger diketahui merupakan rute utama bagi para imigran dari Afrika Barat menuju daratan Eropa. Pada 2016, sekitar 300 ribu imigran melewati negara Afrika Barat tersebut menuju Eropa.
Menurut Manzo, jumlah imigran yang hilang di padang pasir tersebut sulit diketahui. Mayat mereka mungkin tidak ditemukan selama berpekan-pekan. Umumnya, mereka yang ditemukan dimakamkan di padang pasir atau ditinggalkan di tempat mereka berada.
Juru bicara Organisasi Palang Merah Internasional, Aurelie Lachant, di Jenewa mengatakan sejak akhir 2016 sudah mulai dilakukan kontrol yang lebih intensif terhadap isu perdagangan manusia. Namun tetap saja ada kecenderungan banyak imigran tetap mengambil risiko tinggi untuk berbagai alasan.
Niger adalah salah satu negara termiskin di dunia dan telah terbebani migrasi. IOM mengatakan sebagian besar lalu lintas imigran tidak terkait dengan pengungsi.
Selain ditemukannya para imigran yang meninggal, pada hari ini, seorang pekerja Palang Merah setempat mengatakan sebuah serangan oleh tersangka ekstremis di dekat perbatasan Niger dengan Mali juga menewaskan 40 orang, termasuk enam tentara. Tidak jelas siapa yang melakukan serangan tersebut.