TEMPO Interaktif, Vatikan:Di Kastil Gandolfo pintu perdamaian itu dibuka lebar-lebar. Senin ( 25/9) kemarin dari kediaman musim panasnya di pinggiran kota Roma, Italia, itu Paus Benediktus XVI menggelar serangkaian pertemuan dengan sekitar 21 diplomat dari negeri berpenduduk mayoritas Islam. Di antaranya Indonesia, Mesir, Iran, Turki, dan Irak. Ikut hadir perwakilan dari Liga Arab dan sejumlah pemuka komunitas Islam di Italia. Dalam pertemuan tertutup itu Paus didampingi Perdana Menteri Vatikan Kardinal Tarcisio Bertone dan Menteri Kebudyaan Kardinal Perancis Paul Poupard yang juga bertugas sebagai Wali Dewan Hubungan Lintas Agama Vatikan, "Pertanda bahwa dialog [antaragama] kembali normal setelah masa-masa penuh kesalahpahaman," kata Direktur Pers Vatikan Romo Federico Lombardi. Ia berharap krisis terbesar dalam sejarah Vatikan itu bisa segera diakhiri. Termasuk membuka peluang dialog yang kreatif. Hal serupa juga diamini para utusan. "Kami harap ini jadi ajang saling memperluas wawasan," ujar Albert Edward Ishmail Yelda, Utusan Khusus Irak di Vatikan. Senada dengan Yelda, wakil misi Liga Arab Fathi Abuabed berharap pertemuan tersebut akan meredam gejolak umat muslim di dunia. "Itu jauh lebih penting," ujarnya. Kekhawatiran Abuabed ada benarnya. Usai Sholat Jumat kemarin ribuan jamaah di masjid-masjid di seantero dunia masih mengecam pidato Paus soal Islam, muslim, dan Nabi Muhammad. Adapun Direktur Hubungan Agama Turki Ali Bardakoglu berharap Paus tak lagi mengulangi pernyataan bahwa ia salah memahami Islam. Bardakoglu mengatakan siap berdialog dengan Paus apabila pemimpin 1,1 miliar umat Katolik itu jadi berkunjung ke negerinya. Paus dijadwalkan November mendatang akan berkunjung ke bekas Kerajaan Kristen Ortodoks di Abad 14 di Konstantinopel, kini Istanbul, Turki. "Ini demi keamanan Paus," tuturnya. Mehmet Ali Agca, yang mencoba membunuh Paus Yohanes Paulus II pada 1981, mengancam bahwa nyawa Paus dalam bahaya apabila penguasa Tahkta Suci Vatikan itu tetap melawat ke sana. AP/AFP/BBC/ANDREE PRIYANTO