TEMPO Interaktif, Bangkok:Aksi kudeta seperti yang terjadi pada Selasa (19/9) malam bukan insiden yang pertama di Thailand. Isu tentang adanya jenderal-jenderal yang akan bergerak pun bahkan sudah lama menggema, jauh sebelum selusinan tank bergerak ke sudut-sudut kota Bangkok, lalu parkir di depan kantor Perdana Menteri Thaksin Shinawatra. Tak mengherankan pula jika pelaku kudeta lagi-lagi dari kalangan militer. Militer memang merupakan institusi yang amat kuat dan berpengaruh di Negeri Gajah Putih itu. Selama 74 tahun terakhir terdapat sekurangnya 23 aksi kudeta oleh militer di Thailand. Kudeta yang terakhir ini merupakan unjuk kekuatan baju hijau setelah "tiarap" selama 15 tahun. "Sejarah membuktikan bahwa Thailand lama dikuasai militer," kata Tim Forsyth, pakar politik pada London School of Economics yang sempat menjadi saksi sejarah kudeta militer pada 1991. "Bedanya kali ini mereka tak bermaksud membentuk pemerintahan militer. Mereka cuma ingin menggelar pemilu baru." Militer, kata Forsyth, sudah kehilangan kesabaran pada Thaksin---mantan polisi dan pebisnis multijutawan yang sempat menjadi pemimpin populis---menyusul kekisruhan politik di negeri itu selama beberapa bulan terakhir ini. Terutama sejak pemerintah memerangi secara berdarah milisi Muslim di Selatan Thailand. Krisis bermula sejak dianulirnya hasil pemilihan umum April lalu yang diboikot secara luas oleh kalangan oposisi. Posisi Thaksin rentan pun tak disia-siakan oleh militer. Letnan Jenderal Sondhi Boonyaratglin, Panglima Angkatan Bersenjata Thailand segera angkat bicara. Jenderal Muslim pertama di negeri yang mayoritas rakyatnya memeluk Budha itu mengatakan Raja Bhumibol Adulyadej "gerah dengan blunder politik di negerinya." Jenderal Purnawirawan Prem Tinsulanonda yang menjadi perdana menteri usai memimpin kudeta pada 1976 mendukung Sondhi. Beberapa pekan silam di tengah-tengah para taruna Angkatan Bersenjata Thailand, Prem, yang ketika itu mengenakan seragam tua kavalerinya berkata lantang, "Tugas Anda adalah melindungi Raja bukan pemerintah!" Setelah itu, seratusan perwira menengah dan jenderal yang loyal pada Thaksin pun dicopot Juli lalu. Sebulan kemudian, giliran Thaksin yang mencopot Mayor Jenderal Pallop Pinmanee, Panglima Komando Operasi Kemanan Dalam Negeri. Gara-garanya, polisi menangkap seorang perwira militer yang mobilnya penuh bahan peledak parkir di dekat rumah Thaksin. "Andai saya mau menghabisi dia, perdana menteri sudah pasti tewas!" Pallop meradang. Situasi pun kian menegang. Puncaknya sepekan lalu ketika para pengguna jalan dikejutkan dengan kehadiran tank-tank di dekat Bangkok. Pejabat militer berkeras mengatakan mereka baru saja pulang dari berlatih di sejumlah provinsi. Ternyata mereka datang dengan misi yang jelas: melengserkan Thaksin! Andree Priyanto (dari pelbagai sumber)