Warga menyambut hangat saat sejumlah mobil iring-iringan pembawa peti jenazah Islam Karimov lewat di Tashkent, Uzbekistan, 3 September 2016. Pemerintah Uzbekistan menetapkan hari berkabung selama tiga hari. REUTERS
TEMPO.CO, Jakarta - Iring-iringan pemakaman Presiden Uzbekistan Islam Karimov melalui jalan utama ibu kota Tashkent mendapatkan sambutan ribuan warga yang berbaris di jalan, Sabtu pagi, 3 September 2016, waktu setempat.
Karimov, yang meninggal pada Jumat, 2 September 2016, dalam usia 78 tahun akibat menderita stroke, akan dikebumikan pada Sabtu petang di kota kelahirannya, Samarkand, sekitar 300 kilometer sebelah barat daya ibu kota.
Sejak pengumuman kematian Karimov, pemerintah Uzbekistan menetapkan hari berkabung nasional selama tiga hari, Al Jazeera melaporkan dari Kota Bishek. "Prosesi pemakanan ini akan berlangsung besar-besar dihadiri oleh pimpinan sejumlah negara," tulis Al Jazeera.
Pemimpin veteran ini mengendalikan negara bekas pecahan Uni Soviet sejak 1989 dan hampir separuh dari 32 juta penduduk Uzbekistan lahir di masa kepemimpinannya.
Selama perjalanan jenazah menuju bandara, warga banyak yang memegang bunga hampir seluruhnya mawar merah, sebagian diletakkan di jalan ketika iring-iringan jezanah melintas. "Apa yang bakal terjadi tanpa Anda?" teriak seorang warga ketika konvoi itu lewat.
Seorang warga Taskhent berusia 39 tahun yang menolak disebutkan namanya mengatakan kepada kantor berita Reuters, "Pekan ini adalah masa paling panjang dan keras dalam hidup saya. Saya masih tidak percaya bahwa kematian in terjadi. Saya tidak tahu apa yang terjadi sekarang ini. Saya kehilangan."
Perdana Menteri Shavkat Mirziyoyev yang diduga kuat bakal menggantikan Karimov akan memimin prosesi pemakaman presiden terlama di Asia Tengah tersebut.
"Saya pikir, dalam koridor kekuasaan, mereka sedang berebut kekuasaan," kata Kamoliddin Rabbimov, seorang pengamat politik independen di Prancis, kepada kantor berita AFP.
Demi memenuhi tuntutan pemerintah dalam kampanye menekan angka kelahiran serendah mungkin, sejumlah dokter di Uzbekistan melakukan praktek yang melanggar hak-hak pasien.
Pemerintah Uzbekistan semalam menutup perbatasannya dengan Kirgistan untuk mencegah banjir pengungsi. Mereka tidak peduli dengan seruan para pegiat kemanusiaan dan Perserikatan Bangsa-Bangsa agar perbatasan tetap dibuka.