TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengancam akan keluar dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) setelah mendapat kritik terkait dengan kebijakannya melawan peredaran narkoba. Sejak terpilih menjadi presiden, Duterte memberlakukan hukuman mati bagi para pengedar narkoba.
Filipina tercatat telah mengeksekusi 900 tersangka penyelundup narkotika sejak Duterte terpilih sebagai presiden pada 9 Mei 2016. PBB berulang kali mengutuk tindakan Duterte sebagai pelanggaran hak asasi manusia.
Pekan lalu, dua ahli HAM PBB menyatakan perintah Duterte kepada polisi dan masyarakat untuk membunuh tersangka penyelundup narkotika merupakan hasutan untuk melakukan kekerasan dan pembunuhan di bawah hukum internasional.
Duterte mencap para ahli itu sebagai orang “bodoh”. Ia mengatakan mereka harus menghitung jumlah nyawa orang tak bersalah yang melayang akibat obat terlarang itu. "Saya tidak ingin menghina Anda, tapi mungkin kami memutuskan untuk memisahkan diri dari PBB," katanya, Ahad, 21 Agustus 2016.
Duterte berencana mengajak Cina dan negara-negara di Afrika untuk membentuk organisasi baru. Ia menganggap PBB gagal dalam menangani berbagai masalah negara di seluruh dunia. Mulai memerangi kelaparan, terorisme, hingga konflik Irak dan Suriah. "Anda belum pernah melakukan apa-apa, kecuali mengkritik," ujarnya.
Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon serta Unit Narkoba dan Kejahatan PBB (UNODC) mengutuk Duterte karena dianggap telah melakukan pembunuhan di luar hukum yang legal serta melanggar hak-hak dasar dan kebebasan.
Sebelum menjadi presiden, Duterte menjabat Wali Kota Davao selama 22 tahun. Kepemimpinannya yang kontroversial membuat dia mendapat julukan "The Punisher".
BBC|MAYA AYU PUSPITASARI
Berita terkait
Israel Tutup Perbatasan Rafah, PBB: Bencana Kemanusiaan Jika Bantuan Tak Bisa Masuk Gaza
8 jam lalu
Pejabat PBB mengatakan penutupan perbatasan Rafah dan Karem Abu Salem (Kerem Shalom) merupakan "bencana besar" bagi warga Palestina di Gaza
Baca SelengkapnyaInvasi Israel di Rafah, UN Women: 700.000 Perempuan dan Anak Perempuan Palestina dalam Bahaya
10 jam lalu
UN Women memperingatkan bahwa serangan darat Israel di Rafah, Gaza, akan memperburuk penderitaan 700.000 perempuan dan anak perempuan Palestina
Baca SelengkapnyaUkraina Tolak Akui Vladimir Putin sebagai Presiden Sah Rusia
11 jam lalu
Kementerian Luar Negeri Ukraina mengatakan tidak ada dasar hukum untuk mengakui Vladimir Putin sebagai presiden Rusia yang sah.
Baca SelengkapnyaPR Besar Timnas Indonesia Putri U-17 Usai Dibantai Filipina 1-6 di Laga Awal Piala Asia Putri U-17 2024
13 jam lalu
Pelatih Timnas Indonesia Putri U-17, Satoru Mochizuki, mengevaluasi performa para pemain usai dibantai Filipina di Piala Asia Putri U-17 2024.
Baca SelengkapnyaTemuan PBB tentang Kuburan Massal Gaza: Ada yang Disiksa, Ada yang Dikubur Hidup-hidup
13 jam lalu
Para ahli PBB mendesak penjajah Zionis Israel untuk mengakhiri agresinya terhadap Gaza, dan menuntut ekspor senjata ke Israel "segera" dihentikan.
Baca SelengkapnyaPemerintah Filipina Tolak Padi Beras Emas Kembali Dikurung di Laboratorium
1 hari lalu
Pengadilan baru saja mencabut izin penanaman komersial padi Beras Emas atau Golden Rice hasil rekayasa genetika di Filipina.
Baca SelengkapnyaPengakuan Palestina sebagai Negara Berdaulat akan Jadi Pukulan Telak bagi Israel
2 hari lalu
Menteri Luar Negeri Turkiye sangat yakin pengakuan banyak negara terhadap Palestina sebagai sebuah negara akan menjadi pukulan telak bagi Israel
Baca SelengkapnyaDelegasi PBB Evakuasi Pasien dari Rumah Sakit di Gaza Utara
3 hari lalu
Delegasi PBB mengevakuasi sejumlah pasien dan korban luka dari Rumah Sakit Kamal Adwan di Jalur Gaza utara
Baca SelengkapnyaHamas: Netanyahu Berusaha Gagalkan Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza
3 hari lalu
Pejabat senior Hamas mengatakan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berupaya menggagalkan kesepakatan gencatan senjata di Gaza.
Baca SelengkapnyaWHO: Rencana Darurat Tak Bisa Cegah Kematian jika Israel Lakukan Serangan Darat di Rafah
3 hari lalu
WHO mengatakan tidak ada rencana darurat yang dapat mencegah "tambahan angka kematian" di Rafah jika Israel menjalankan operasi militernya di sana.
Baca Selengkapnya