TEMPO.CO, London - Pengamat pasar modal asal Amerika Serikat, Bill Gross, mengatakan pasar saham akan kacau apabila Inggris memutuskan memilih Britain Exit (Brexit) atau keluar Uni Eropa. Keluarnya Inggris dari Uni Eropa dapat memicu negara-negara lain melakukan hal yang sama dengan Inggris.
"Prancis atau Italia bisa saja tiba-tiba memutuskan kebijakan dalam negeri mereka. Jika Brexit menang, ketakutan akan terjadi dalam bursa saham dan harapan terhadap meningkatnya pertumbuhan menjadi terancam," ujar Gross, seperti dikutip kantor berita CNBC, Ahad, 12 Juni 2016.
Bursa Amerika jatuh pada sesi tengah perdagangan Jumat lalu menyusul adanya sebuah jajak pendapat di surat kabar The Independent yang menunjukkan 55 persen warga Inggris ingin keluar Uni Eropa. Referendum bagi warga Inggris sendiri dijadwalkan digelar 23 Juni mendatang. Nilai tukar pound sterling jatuh terhadap Euro, begitu pula terhadap dolar Amerika.
Gross menuturkan kemungkinan terjadinya Brexit tidak mendukung aset berisiko. Aset berisiko bergantung pada pertumbuhan. "Bahkan, di pasar yang ber-yield tinggi, mereka bergantung pada stabilitas dan keberlanjutan arah kebijakan politik. Arah kebijakan politik tak jelas, sehingga aset berisiko juga terancam," ucapnya.
Selain itu, menurut Gross, keputusan keluarnya Inggris dari Uni Eropa akan membuat peredaran dan perpindahan uang menjadi lebih cepat. Hal itu, kata pemilik Pacific Investment Management tersebut, akan menyebabkan volatilitas dan ketidakstabilan dalam bursa saham.
Pekan Keempat Februari, Aliran Modal Asing Masuk Rp 1,01 Triliun
25 Februari 2024
Pekan Keempat Februari, Aliran Modal Asing Masuk Rp 1,01 Triliun
Aliran modal asing tetap surplus kendati ada penjualan Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), karena jumlah modal masuk ke pasar saham jauh lebih besar.
Potensi Bursa Karbon Cukup Besar, Bos OJK: 71,95 Persen Karbon Masih Belum Terjual
4 Desember 2023
Potensi Bursa Karbon Cukup Besar, Bos OJK: 71,95 Persen Karbon Masih Belum Terjual
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi menjelaskan bahwa ke depan potensi bursa karbon masih cukup besar.