Menteri Luar Negeri Australia, Julie Bishop (kiri) berbincang dengan Menlu, Retno Marsudi dalam pertemuan ketiga Dialog 2+2 Australia-Indonesia 2+2, Sydney, Australia, 21 Desember 2015. Getty Images/Jason Reed
TEMPO.CO, Sydney - Pemerintah Indonesia dan Australia menyepakati penanganan imigran (irregular movement of persons) dalam kerangka Bali Process. Melalui kerangka tersebut, penanganan imigran dilakukan dengan menyertakan negara asal imigran, negara transit dan negara tujuan.
Kesepakatan ini merupakan hasil pertemuan antara Menteri Luar Negeri dan Pertahanan (Forum 2 + 2) Indonesia-Australia yang digelar di Sydney, 21 Desember 2015. Sebagai tindak lanjut, Menlu Australia Julie Bishop menyatakan akan hadir di pertemuan Bali Process 2016 yang akan di gelar Maret tahun depan.
"Kami memperbarui komitmen kami melalui Bali Process. Australia dan Indonesia adalah co-host, kami akan bersama-sama menjadi tuan rumah pertemuan tingkat menteri pada Maret 2016," kata Menlu Bishop menanggapi pertanyaan wartawan Indonesia dalam konferensi pers Forum 2 + 2 di Sydney, Australia.
Isu imigran kerap menjadi ganjalan dalam hubungan Indonesia dan Australia. Pada pemerintahan sebelumnya yang dipimpin Perdana Menteri Tony Abbott, Australia menerapkan kebijakan "turn back the boat", atau mengusir perahu-perahu imigran yang mendekati wilayahnya kembali ke Indonesia.
Hal itu membuat Indonesia geram, karena kapal militer Australia beberapa kali melanggar batas laut Indonesia ketika mengusir kapal imigran. Kebijakan Abbot ini kini tak lagi disebut-sebut dalam pertemuan antar menteri di Sydney ini.
Forum Bali Process merupakan pertemuan yang khusus membahas upaya memberantas penyelundupan dan perdagangan manusia dan kejahatan transnasional terkait di wilayah Asia Pasifik dan sekitarnya. Pertemuan ini pertama kali digagas pada Februari 2002 dalam konferensi "Regional Ministerial Conference on People Smuggling, Trafficking in Persons and Related Transnational Crime" di Bali.
Awalnya agenda Bali Process fokus pada aspek teknis dalam membangun manajemen perbatasan negara anggota serta kapasitas kontrol negara. Termasuk memperkuat penegakkan hukum dalam kasus–kasus pemalsuan dokumen, pengimplementasian sistem perundang-undangan dan sistem visa dan berbagi pengalaman.
Saat ini, Bali Process beranggotakan lebih dari 50 negara dan beberapa organisasi internasional. Sejak pertengahan 2010, cakupan agenda Bali Process diperluas dengan permasalahan pengungsi, pergerakan ireguler dan sekunder, untuk menambah permasalahan penyelundupan dan perdagangan manusia.