Roti tak beragi, Matza, yang baru dipanggang dibungkus dengan kertas di Bnei Brak, Tel Aviv, Israel, 30 Maret 2015. Matza atau Matzo adalha roti tradisional kaum Yahudi, dengan ciri khas tak beragi karena menurut hukum agama Yahudi, makanan yang dibuat dengan butiran ragi adalah haram. REUTERS/Baz Ratner
TEMPO.CO, Yerusalem - Sebuah rumah makan hummus (pasta ala Timur Tengah) di Israel menawarkan diskon bagi orang-orang Yahudi dan Arab yang mau duduk bersama-sama di satu meja makan di restoran itu. Tawaran diskon hingga 50 persen ini bertujuan mendorong munculnya sikap saling memahami dan persatuan.
Rumah makan bernama Bar Hummus di Mall M, Kfar Vitkin, itu menyatakan dalam sebuah posting Facebook, dikutip dari Upi.com, Senin, 19 Oktober 2015, bahwa diskon 50 persen akan diberikan ke meja yang diduduki bersama setidaknya oleh satu orang Yahudi dan satu orang Arab.
"Takut kepada Arab? Takut kepada Yahudi?" tulis posting-an dalam bahasa Ibrani yang diterjemahkan oleh The Times of Israel itu. "Dengan kami, kami tidak memiliki orang-orang Arab! Tapi juga tidak memiliki orang-orang Yahudi."
"Kami punya hummus Arab yang benar-benar lezat! Dan falafel (kue dari kacang) besar Yahudi yang menakjubkan! Dan isi ulang gratis untuk setiap porsi hummus, untuk Anda, apakah Anda Arab, Yahudi, Kristen, atau India, dan lain-lain."
"Spesial: 50 persen diskon hummus pada meja di mana orang-orang Arab dan Yahudi duduk bersama," demikian posting-an itu.
Manajer Kobi Tzafrir mengatakan beberapa pelanggan telah memanfaatkan layanan tersebut sejak pertama kali ditawarkan pada 13 Oktober 2015. "Jika ada sesuatu yang dapat mempersatukan orang-orang ini (Arab dan Yahudi), itu adalah hummus," katanya.
Setelah lama tenggelam oleh berita Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dan sengkarut Timur Tengah, kisruh Palestina-Israel kini kembali menjadi pusat perhatian dunia. Setiap hari sejak 14 Juli, warga Palestina di Yerusalem Timur dan Tepi Barat berdemonstrasi menentang pemasangan detektor logam di pintu-pintu masuk ke kompleks Masjid Al-Aqsa (Al-Haram Al-Syarif). Palestina memandangnya sebagai upaya Israel untuk mengontrol tempat suci tersebut.