Suasana di Taman Nasional Amboseli, Kenya, pada saat matahari akan tenggelam, 26 Januari 2015. REUTERS/Goran Tomasevic
TEMPO.CO, Nairobi - Kekerasan bersenjata yang marak terjadi di Kenya mendorong beberapa atlet maraton ternama negeri itu bergerak. Bersama sejumlah atlet negara Afrika lain, mereka menggelar aksi jalan maraton sejauh 836 kilometer sebagai kampanye perdamaian dengan tajuk '22 Hari Jalan Perdamaian'.
Pelari terkenal Kenya, seperti pemegang rekor marathon dunia Wilson Kipsang dan Tegla Loroupe, telah memulai kampanye ini sejak Rabu, 16 Juli 2015. Kampanye ini bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat akan kekerasan etnis di Kenya terutama di daerah utara negara tersebut. Selain dua nama tadi, kampanye ini juga akan diikuti oleh pelari legendaris Ethiopia Haile Gebrselassie.
"Ketika orang-orang dibunuh dan diusir dari rumah mereka, itu adalah tragedi untuk kita semua," ucap Gebrselassie pekan lalu.
Di beberapa daerah Kenya, penjarahan ternak yang melibatkan pembunuhan adalah hal yang jamak ditemui. Lembah Rift adalah salah satu lokasi terjadinya aksi berdarah itu dan tak jarang menyebabkan dendam antarkelompok berkepanjangan.
Rombongan maraton akan bermula di kota Lodwar sebelah utara Kenya di daerah Turkana yang sering bergejolak. Tiap harinya rombongan akan berlari sejauh 40 kilometer melewati Lembah Rift menuju danau Bogoria. Sedangkan Gebrselassie dijadwalkan berpartisipasi di fase akhir marathon yang berakhir 6 Agustus.
John Kelai, peraih medali emas cabang lari maraton di Olimpiade Persemakmuran 2010, merupakan salah satu panitia kampanye ini. Kehilangan 3 pamannya dalam peristiwa penjarahan ternak saat masih remaja memaksanya mencari kedamaian.
"Kami akan menginspirasi dan mengajak pemuda dari masyarakat yang terbelah ini serta menghancurkan lingkaran kekerasan," ucap Kelai.
"Lari telah membawakan saya banyak juara, popularitas, penghargaan, tapi tidak pernah sekalipun kedamaian. Saat saya berusia 13 tahun, saya kehilangan 3 pamanku yang dibunuh oleh para penjarah" tambahnya.
Para atlet yang bergabung dalam kampanye ini menargetkan $250.000 atau Rp3,34 miliar terkumpul untuk membiayai program perdamaian di sana. Mereka akan melibatkan sedikitnya 10.000 pemuda yang berisiko terseret ke dalam lingkaran kekerasan etnis.
Tahun lalu tercatat setidaknya 310 jiwa melayang dan lebih dari 220.000 kabur dari rumah karena konflik antarkelompok. Menurut PBB, konflik tersebut terjadi umumnya terjadi karena perebutan tanah dan sumber air, penjarahan ternak, dan bersaing. Sedangkan Mei lalu saja tercatat 75 orang terbunuh dalam 4 hari serangan balasan dendam yang disertai penjarahan ternak.