TEMPO.CO, Jakarta - Samuel Bishop, dari Plymouth, Inggris, mengalami kerusakan otak permanen setelah berusaha mengakhiri hidupnya tahun lalu. Saat itu, pemuda 20 tahun tersebut mencoba bunuh diri dengan menghirup karbon monoksida.
Beruntung, nyawanya tertolong. Namun bagian otaknya yang mengatur emosi menyalami kerusakan, membuatnya menjadi manusia yang tak bisa berhenti tersenyum sepanjang waktu.
Semula, dokter menyatakan tak ada harapan hidup baginya. Hasil pemindaian otak menggunakanCT scan menunjukkan tidak ada aktivitas di dalam otaknya.
Setelah satu minggu dalam kondisi koma medis di Unit Perawatan Intensif Rumah Sakit Derriford, ia menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Saat mesin pendukung kehidupan dimatikan, ia mulai bernapas dan menggerakkan lengannya untuk pertama kali pada awal Juni 2015.
Ia bisa membuka matanya dan mulai berbicara dengan dokter pada hari ke-13 setelah dirawat. Sam, begitu ia biasa disapa, kemudian diharuskan melakukan fisioterapi selama beberapa bulan.
Namun keanehan terjadi pada wajahnya. Bibirnya selalu menyunggingkan senyum sepanjang waktu tanpa ia perlu repot menarik ujung bibirnya ke atas.
Sam mengatakan dia mencapai satu titik di mana tak bisa lagi berdamai dengan dirinya. Ia mengaku menjadi korban pelecehan seksual selama tiga tahun ketika masih kecil. "Saya berada di tempat yang sangat buruk dan ingin mengakhiri semuanya, jadi saya mengunci diri di garasi dan mulai menyalakan sepeda motor saya," katanya. Kini ia mengaku telah menyadari apa yang dilakukannya bukan pemecahan masalah yang tepat.
Selalu tersenyum, kata Sam, bukan berarti dia selalu bahagia. Ketika dalam kondisi semestinya tidak terlihat senang, dia tetap tersenyum. "Bahkan, ketika saya sedang berbicara tentang hal-hal yang menyedihkan seperti kematian, saya juga tersenyum," ujarnya.
Selain selalu tersenyum, ia juga mengaku membutuhkan kursi roda untuk perjalanan panjang dan menderita kehilangan memori jangka pendek.